Jumat 29 Apr 2022 13:30 WIB

Potensi Dampak Risiko Anak Gunung Krakatau Melemah 

Energi tremor sebagai pembangkit erupsi Anak Krakatau telah menurun drastis.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Abu vulkanik Gunung Anak Krakatau terlihat dari pinggir pantai di Desa Pasauran, Serang, Banten, Sabtu (11/4/2020). Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi pada Jumat (10/4) pukul 21.58 WIB dengan tinggi kolom abu mencapai sekitar 200 meter.
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Abu vulkanik Gunung Anak Krakatau terlihat dari pinggir pantai di Desa Pasauran, Serang, Banten, Sabtu (11/4/2020). Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi pada Jumat (10/4) pukul 21.58 WIB dengan tinggi kolom abu mencapai sekitar 200 meter.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto bersama Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan melakukan tinjauan udara aktivitas Anak Gunung Krakatau pada Kamis (28/4) pagi. Dari pantauan itu didapatkan visual kawah utama Anak Gunung Krakatau yang masih mengeluarkan asap berwarna putih dari lubang kepundan.

Menurut Kepala PVMBG Hendra Gunawan, asap putih tersebut sebelumnya juga terpantau dari pos pengamatan yang berada di Carita. Hendra menuturkan, asap tersebut diketahui memiliki tinggi yang melampaui tubuh dari Gunung Anak Krakatau.

"Asap ini memang melampaui tubuh anak krakatau yang lama atau kurang lebih 25 meter. Kalau totalnya kurang lebih 150 meter dari gunung anak krakatau yang baru,” jelas Hendra, Jumat (29/4).

Berdasarkan analisis hasil pengamatan udara yang dioverlay dengan hasil monitoring dari instrumen monitoring yang dimiliki pos pengamatan PVMBG, energi tremor sebagai pembangkit erupsi telah menurun drastis. Kendati demikian, pihaknya tetap meminta masyarakat agar tetap memperbarui informasi seputar Gunung Anak Krakatau melalui situs resmi pemerintah.

"Data-data yang terekam secara instrumental, energi tremor ini sudah drop, baik yang direkam melalui alat maupun dari pemantauan secara langsung. Ini semua terus menurun,” jelas Hendra.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam kesempatan yang sama menyatakan, potensi dampak risiko bencana tsunami yang dapat terjadi dari aktivitas vulkanologi Anak Gunung Krakatau sangat kecil, seiring menurunnya erupsi dalam beberapa hari terakhir.

Di samping menurunnya erupsi Gunung Anak Krakatau, faktor lain seperti adanya beberapa pulau penghalang di sekitar Anak Gunung Krakatau juga dapat mereduksi ancaman tsunami bagi aktivitas penyeberangan kapal dari Merak-Bakauheni maupun sebaliknya.

Di sisi lain, jarak yang relatif jauh antara Gunung Anak Krakatau dengan rute penyeberangan antar pulau Jawa dan Sumatera itu juga menjadi faktor yang memperkecil potensi risiko tsunami.

Berdasarkan catatan, Dwikorita juga menambahkan, bahwa kejadian silent tsunami yang menghantam sebagian wilayah Banten hingga lampung pada 2018 silam juga tak berdampak pada aktivitas penyeberangan Merak-Bakauheni.

“Penyeberangan relatif aman dari bahaya tsunami. Apalagi erupsinya melemah. Sumber pembangkitnya itu sudah lemah, sehingga dapat kita simpulkan inshaAlloh aman,” jelas Dwikorita.

BMKG bersama akan terus memonitor perkembangan aktivitas Gunung Anak Krakatau, termasuk segala sesuatu yang terkait potensi dampak yang ditimbulkan. Dari hasil monitoring itu, BMKG dan PVMBG serta lintas Kementerian/Lembaga terkait akan meneruskan informasi itu sampai diterima dengan baik oleh masyarakat.

“Kami bersama PVMBG akan terus memonitor potensi terjadinya tsunami. Dan kami akan segera memperbarui apabila terdapat gejala yang membahayakan. Kami akan segera update ke publik,” jelas Dwikorita.

Pada kesempatan yang sama, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto meminta, kepada seluruh masyarakat agar tetap meningkatkan kewaspadaan terkait adanya peningkatan status Anak Gunung Krakatau menjadi level III atau ’Siaga'. Sebab, kendati saat ini dinyatakan melemah, namun aktivitas tersebut masih tergolong fluktuatif, artinya dapat menurun maupun meningkat sewaktu-waktu.

Suharyanto meminta, kepada seluruh masyarakat agar terus memperbarui informasi yang dikelola pemerintah terkait perkembangan aktivitas Gunung Anak Krakatau.

“Terkait penetapan status III Gunung Anak Krakatau ini harus disikapi secara arif. Tetap hati-hati, tetap waspada tetapi bukan berarti terus menimbulkan kepanikan,” kata Suharyanto.

"Masyarakat harus tetap update dari situs resmi pemerintah untuk menghindari hoaks. Diharapkan masyarakat tetap tenang,” pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement