REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data per 8 Februari 2021, ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia yang bekerja di Kapal Niaga maupun Kapal Perikanan. Melihat jumlahnya yang cukup banyak, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus berupaya memberikan perlindungan yang baik kepada para Pelaut sehingga mereka bisa bekerja dengan baik dan tenang.
Demikian diungkapkan Direktur Balai Besar Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BP3IP), Ahmad saat membuka Kuliah Praktisi Industri yang bertema “Upaya Pemerintah Dalam Melakukan Perlindungan Pelaut” melalui daring, pada Selasa (19/4).
Dia juga mengatakan, bahwa 1,2 juta pelaut Indonesia yang bekerja di Kapal Niaga maupun Kapal Perikanan yang tentunya ini merupakan suatu asset bangsa di lingkungan maritim yang dapat memberikan pertambahan pendapatan bagi negara dari sisi pajak penghasilan.
"Kami berharap kepada para Pelaut dapat memahami bahwa Pemerintah selalu berupaya dalam memberikan perlindungan kepada Pelaut khususnya bagi pelaut-pelaut yang bekerja di luar negeri, karena Pemerintah menyadari betapa Pelaut telah memberikan pendapatan devisa bagi Negara Indonesia yang cukup signifikan sehingga bisa membantu perputaran roda perekonomian di negara Indonesia," kata Ahamd dalam keterangannya yang diterima Repulbika.co.id, Rabu (20/4/2022).
Dia mengatakan, dengan ada upaya perlindungan yang maksimam dan optimal, diharapkan para pelaut sehingga mereka bisa bekerja dengan baik dan tenang. Sehingga, kesejahteraan para pelaut beserta keluarganya bisa lebih baik dari hari-hari kemarin.
Ahmad juga juga menekankan kepada para pelaut untuk sadar dan yakin bahwa fungsi Undang-Undang terkait pelayaran dan kepelautan salah satunya adalah memberikan perlindungan hukum bagi para pelaut.
“Kami akan terus mendukung dalam membentuk karakter SDM Pelaut yang cerdas, handal, serta memiliki nilai-nilai PRESTASI, yaitu Profesional, Etika, Standar Global dan Integritas. Adanya Kuliah Praktisi Industri ini diharapkan menjadi trigger dalam memberikan wawasan aspek perlidungan pada pelaut yang sejalan dengan tujuan dan tema yang diusung,” kata Ahmad.
Pada kesempatan yang sama, Sekertaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP), Capt A Arif Priadi menyampaikan, pelaut adalah kunci kesuksesan perdagangan di dunia, karena dunia bergantung pada mereka untuk mengangkut lebih dari 80 persen volume perdagangan di seluruh dunia. Selain itu, pelaut merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki tanggung jawab besar dan berisiko tinggi seperti, kecelakaan kapal, kebakaran kapal sampai dengan tenggelam.
"Untuk mencegah risiko tersebut, maka kualifikasi pekerja sebagai pelaut sangat tinggi yaitu dengan berbagai macam kualifikasi kompetensi dan profisiensi sesuai dengan standar Internasional yang tertuang dalam STCW. Karena tingginya resiko tersebut maka para pelaut harus diberikan perlindungan hukum yang diatur secara komprehensif dalam Ketentuan Perundang-undangan nasional," katanya.
Capt Arif juga menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Maritime Labour Convention 2006 (MLC 2006) pada tanggal 6 Oktober 2016 melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006. Indonesia juga telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.
Dikatakannya, pada Pasal 151 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, disebutkan bahwa kesejahteraan pelaut meliputi gaji, jam istirahat, jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal, kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan, kesempatan mengembangkan karier, pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman, pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan kerja.
“Namun di Indonesia aturan tersebut masih ada yang belum sepenuhnya diterapkan oleh perusahaan pemilik kapal. Di sisi lain salah satu faktor penting dalam implementasi Undang-Undang terkait dengan pelayaran dan kepelautan adalah peran serta masyarakat khususnya pelaut dalam penegakan aturan sesuai Undang-Undang yang berlaku,” kata Capt Arif.
Sedangkan Kepala Bidang Pendidikan, Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut Capt Semuel Palembangan yang mewakilin Kepala Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut (PPSDMPL) Amiruddin mengatakan, bahwa Indonesia masih menjadi salah satu penyuplai tenaga pelaut terbesar nomor tiga di dunia.
“Para Pelaut berperan sangat penting dalam terselenggaranya proses layanan jasa transportasi laut yang aman, selamat, efisien dan ramah lingkungan. Agar para awak kapal dapat menjalankan tugasnya dengan baik, tentunya diperlukan dukungan kerja yang baik dan situasi yang kondusif,” katanya.
Tim perlindungan
Pada sesi diskusi Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Basilio Dias Arajuo memaparkan masih banyaknya jumlah pelaut Indonesia yang bekerja di sektor perikanan asing tanpa perlindungan negara. Untuk itu, pada tahun 2018 Kemenko Bidang Kemaritiman kemudian menginisiasi penyusunan Tim Nasional Pelindungan Pelaut dan Awak Kapal Perikanan untuk menyusun usulan Kegiatan Strategis dalam Rencana Aksi, salah satunya dengan menyediakan Form Pelaporan bagi ABK Indonesia yang terlantar.
“Pengembangan SDM merupakan prioritas bagi hampir seluruh negara di dunia, melalui kuliah praktisi industri ini semoga dapat menjadi salah satu kesempatan untuk mengembangkan wawasan dengan saling bertukar pengetahuan terkait kondisi transportasi saat ini,” katanya.
Basilio juga mengungkapkan bahwa deklarasi HAM dan UUD 1945 menjadi bagian dari dasar perlindungan pelaut Indonesia, yaitu pada Article 23 dan Pasal 28E UUD 1945 serta Pasal 38 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, perlunya para pelaut untuk mengenal konvensi yang dikeluarkan International Labour Organisation yang merupakan salah satu instrumen yang memberikan perlindungan dan kemudahan bagi tenaga kerja pelaut dalam menjalankan profesinya dengan menggunakan identitas diri pelaut yang berstandar internasional.