REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan kuasa hukum eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman, Aziz Yanuar, menyatakan kliennya bukan teroris berdasarkan hasil sidang putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (6/4). Aziz justru menyinggung Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang justru tak ditumpas walau melalukan aksi teror secara nyata.
Aziz menyindir agar aksi pemberantasan terorisme bukan dilakukan atas dasar pesanan pihak tertentu. Sebab, ia mengamati OPM yang terus menimbulkan korban jiwa saja tak kunjung ditumpas oleh Pemerintah.
"Kami dan klien kami sangat mendukung upaya pemberantasan tindak pidana terorisme, akan tetapi harus profesional dan adil serta faktual, bukan berdasarkan narasi dan dugaan rekayasa belaka. OPM misalnya kenapa tidak ditindak tegas dengan Undang-Undang Terorisme?" kata Aziz dalam keterangannya Kamis (7/4).
Aziz pun menilai vonis terhadap kliennya tergolong dipaksakan. Ia menduga ada maksud tertentu di balik pemenjaraan terhadap Munarman.
Bila ditinjau dari vonisnya, memang Munarman akan sulit menghirup udara bebas di momen puncak Pemilu 2024. Padahal Munarman punya basis massa sebagai eks petinggi FPI yang akan diperebutkan para politikus.
"Yang terpenting ada alasan untuk menahan klien kami dengan jangka waktu tertentu, dan ini adalah kedzaliman yang sangat kejam dalam perjalanan sejarah penegakan hukum di Republik ini," ujar Aziz.
Aziz meminta metode pemenjaraan terhadap tokoh yang kritis seperti kliennya dihentikan. Sebab cara ini menurutnya melukai rasa keadilan di masyarakat dan menjadi preseden sangat buruk dalam proses penegakan hukum tindak pidana terorisme. "Kami tegas menyatakan akan menempuh upaya banding atas vonis tersebut guna mendapatkan keadilan yang diidam-idamkan segenap pecinta keadilan dan penegakan hukum yang tidak diskriminatif," ucap Aziz.
Diketahui, JPU menuntut Munarman hukuman delapan tahun penjara terkait kasus dugaan tindak pidana terorisme. JPU menilai Munarman terbukti telah melakukan pemufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan aksi terorisme. Namun hanya pasal mengenai menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme saja yang terbukti. Sehingga Majelis Hakim memvonis Munarmann dengan penjara tiga tahun.
Munarman dinyatakan bersalah melanggar Pasal 13 C Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ancaman hukuman dalam pasal itu yaitu pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.