Kamis 17 Mar 2022 10:55 WIB

Polri: Jangan Lihat Penegakan HAM Hanya Sisi Kuantitatif Saja

Pelanggaran HAM di tempat yang terpencil sekalipun akan menjadi perhatian dunia.

Rep: rilis/ Red: Muhammad Subarkah
Personil kepolisian membawa mesin pompa air di lokasi kebakaran hutan dan lahan di Jalan Aloe Vera, Pontianak Selatan, Kalimantan Barat, Senin (14/3/2022). Minimnya sumber air di lokasi karhutla menyulitkan petugas gabungan untuk melakukan pemadaman hingga harus mengambil air menggunakan tangki penampungan air dari tempat lain.
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Personil kepolisian membawa mesin pompa air di lokasi kebakaran hutan dan lahan di Jalan Aloe Vera, Pontianak Selatan, Kalimantan Barat, Senin (14/3/2022). Minimnya sumber air di lokasi karhutla menyulitkan petugas gabungan untuk melakukan pemadaman hingga harus mengambil air menggunakan tangki penampungan air dari tempat lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyadari adanya spirit yang berkembang di masyarakat dalam memaksimalkan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu  Kadiv Humas Polri Irjen Pol.Dr  Dedi Prasetyo, M.Hum mengingatkan, bahwa rentetan persoalan HAM di tanah air tidak selalu bermuara pada terj

 

"Kalau hal ini dijadikan alat ukur maka penegakan HAM hanya akan diukur secara kuantitatif, antara kasus HAM yang terjadi dengan jumlah kasus yang terselesaikan," kata Dedi dalam sambutan tertulis yang dibacakan Karo PID Humas Polri Brigjen Pol. Hendra Suhartyono, M.Si. pada webinar bertema "Keterbukaan dan Penguatan HAM Dalam Tugas Kepolisian", yang diselenggarakan secara daring Rabu (16/6) siang.

Menurut Kadiv Humas Polri, untuk mewujudkan Good Governance maka perbaikan dalam perspektif  penguatan insitusi polri yang berbasis pada  penegakan hukum  berkeadilan, reproporsi kekuasaan dan wewenang, pendidikan serta sosialisasi HAM merupakan syarat mutlak yang perlu dipenuhi."Hal ini memiliki kaitan erat dengan tugas dan fungsi pokok Polri," tegas Irjen Pol. Didi Prasetyo.

Pakar hukum Prof. Harkristuti Harkrisnowo yang hadir dalam webinar itu mengingatkan, setiap anggota Polri harus mematuhi dan menegakkan HAM karena betapapun kecilnya pelanggaran, bahkan di tempat yang terpencil sekalipun akan menjadi perhatian dunia. "Khususnya yang menjadi bagian langsung tugas kepolisian," ucap Harkristuti menekankan.

Meningkat

Sementara itu Karo Wabprof Divisi Propam Polri, Brigjen Pol. Anggoro Sukartiono, dalam paparannya menguraikan adanya peningkatan pelanggaran anggota Polri dalam kurun 3 tahun terakhir. Jumlah pelanggaran (disiplin dan KEPP) pada 2018 tercatat 3.620 kasus, 2020 meningkat menjadi 5.385 kasus, dan 2021 menjadi 3.926 kasus.

"Diselesaikan 2018 sebanyak 2.350 kasus, 2020 sebanyak 5.385 kasus, dan 2021 sebanyak 3.926 kasus," ungkapnya.

Adapun bentuk sanksi yang dilakukan di antaranya demosi 171 personel (2021), pembebasan jabatan 22 (2021), dan tunda gaji berkala 215 (2021).

Komisioner Kompolnas Polri Pongky Indrati mengapresiasi keterbukaan dan penegakan HAM di tubuh Polri yang menurutnya semakin baik. "Setelah reformasi Polri dianggap lebih baik, dan saat ini menjadi 3 besar institusi negara yang paling dipercaya masyarakat," jelas Poengky.

Meskipin demikian, Kompolnas berharap seluruh pimpinan dan anggota Polri untuk memahami, menghormati, dan melaksanakan HAM dengan lebih baik.

Adapun publik figur Arzeti Blibina mengatakan, meskipun saat ini citra polisi sudah  baik namun ia berharap ke depan akan lebih baik lagi. "Citra menakutkan berurusan dengan Polri sudah  berubah menjadi lebih bersahabat, bahwa Polri benar-benar bersama masyarakat," ujarnya.

Ia tidak ingin lagi ada pandangan kalau kehilangan ayam lapor polisi akan kehilangan sapi. Sebaliknya ia ingin tugas mulia polisi tampil menonjol, sehingga anak-anak kecil kalau ditanya cita-citanya apa, akan dijawab langsung "jadi polisi". 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement