Senin 07 Mar 2022 16:42 WIB

Pemerintah Diminta tak Tunjuk TNI/Polri Jadi Penjabat Kepala Daerah 

Pemerintah perlu mengutamakan rekam jejak kewilayahan penjabat kepala daerah.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mewanti-wanti agar pemerintah tidak melibatkan anggota TNI/Polri aktif dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Ilustrasi
Foto: republika
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mewanti-wanti agar pemerintah tidak melibatkan anggota TNI/Polri aktif dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mewanti-wanti agar pemerintah tidak melibatkan anggota TNI/Polri aktif dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Menurutnya, hal ini demi menghindari konflik kepentingan dalam Pemilu dan Pilkada 2024. 

"Tidak melibatkan TNI/Polri aktif dalam penunjukan penjabat untuk meminimalisir terjadinya konflik kepentingan," ujar Ihsan kepada Republika, Senin (7/3/2022). 

Baca Juga

Dia mengatakan, tugas TNI/Polri jauh berbeda dengan tugas yang diemban kepala daerah. TNI/Polri berfokus pada isu-isu keamanan, sedangkan kepala daerah bertanggung jawab memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan daerah. 

Menurut Ihsan, sebaiknya pemerintah mengutamakan pejabat di lingkungan pemerintahan sesuai ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-Undang Pilkada, penjabat gubernur diangkat dari jabatan pimpinan tinggi madya dan penjabat bupati/wali kota diangkat dari jabatan pimpinan tinggi pratama. 

Selain itu, kata Ihsan, pemerintah perlu mengutamakan rekam jejak kewilayahan untuk meminimalisasi potensi politik identitas. Dia menyarankan agar penjabat yang ditunjuk berasal dari daerah yang akan dipimpinnya untuk sementara waktu atau mereka yang telah memahami permasalahan di daerah tersebut. 

"Karena ini juga pasti akan mencuat dalam isu penunjukan penjabat. Diutamakan mereka yang sudah mengetahui problem masalah yang akan dijabat," kata dia. 

Ihsan menegaskan, penunjukan penjabat harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada seperti Undang-Undang Pilkada maupun Peraturan Menteri. Jangan sampai, katanya, penunjukan penjabat justru melampaui atau bahkan tidak memenuhi syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan. 

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, 101 kepala daerah yang terdiri dari tujuh gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota akan mengakhiri masa jabatannya pada 2022. Disusul 170 kepala daerah meliputi 17 gubernur, 115 bupati, dan 38 wali kota yang bakal mengakhiri masa jabatannya pada 2023. 

Dengan demikian, 271 daerah akan mengalami kekosongan jabatan pada 2022-2023 sampai terpilihnya kepala daerah definitif hasil Pilkada serentak 2024. Untuk mengisi kekosongan kepemimpinan daerah itu, pemerintah akan menunjuk penjabat kepala daerah, baik itu gubernur, bupati, maupun wali kota. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement