REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas menilai, penambahan usia pensiun bukanlah solusi yang tepat dalam mengelola karir para prajurit TNI kedepan. Hal ini Anton sampaikan merespons adanya usulan perpanjangan usia pensiun TNI berdasarkan gugatan yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
"Penambahan usia pensiun, apalagi mencapai 60 tahun, bukanlah solusi jitu dalam pengelolaan karir prajurit TNI ke depan. Apalagi frasa ‘mempunyai keahlian khusus’ dan ’sangat dibutuhkan’ berpotensi multitafsir sehingga sebaiknya dihindari," kata Anton dalam keterangannya, Ahad (13/2).
Menurut Anton, justru yang lebih dibutuhkan adalah adanya pengaturan wajib Masa Persiapan Pensiun untuk semua jenjang kepangkatan terhitung satu tahun sebelum usia pensiun. Ia menyebut, kebijakan ini dibutuhkan agar prajurit yang akan pensiun dapat mempersiapkan diri untuk karir selalnjutnya usai berhenti dari tugas militer.
Selain itu, sambung dia, kebijakan pemisahan dan penyaluran (sahlur) atau ‘resign by design’ prajurit perlu semakin ditingkatkan guna membantu identifikasi dan pengelolaan kebijakan karir kedua (second career) usai tidak lagi aktif di TNI. Ia menuturkan, dengan semakin kompleksnya tantangan pengelolaan pertahanan Indonesia kedepan, kebutuhan adanya prajurit militer yang muda, bugar dan memiliki standar keahlian tertentu yang terukur menjadi tidak terelakkan.
"Dan titik krusialnya adalah bagaimana TNI mengelola jalannya regenerasi prajurit melalui penataan karir personel yang baik dan profesional," ujarnya.
Anton menambahkan, setidaknya ada tiga alasan perlunya pengaturan secara spesifik tentang usia pensiun prajurit. Pertama, jelas dia, sebagai garda terdepan dalam pengelolaan pertahanan negara, personel militer dituntut memiliki tingkat kebugaran dan kesehatan tertentu guna optimal menjalankan tugas.
"Konsekuensinya, usia prajurit aktif mau tidak mau harus dibatasi," ungkap Anton.
Kedua, pembatasan usia pensiun penting dilakukan guna menjamin kesempatan promosi bagi prajurit-prajurit berusia lebih muda untuk meniti karir militer. Ketiga, pengaturan usia pensiun yang baik diharapkan dapat membuka peluang adanya karir kedua (second career) usai pensiun.
"Jika usia pensiun terlalu tua dikhawatirkan dapat mengurangi kesempatan bagi prajurit untuk dapat berkarir di tempat lain," katanya.
Anton menyampaikan, sejatinya, semangat perbedaan pembatasan usia pensiun tamtama-bintara dengan perwira bukanlah wujud diskriminasi. Hal ini dikarenakan beban tugas dan tanggung jawab dari jenjang kepangkatan membutuhkan tingkat kebugaran dan kesehatan prajurit yang berbeda. Karena itu, konsekuensinya adalah usia pensiun bagi golongan tamtama dan bintara lebih dini dibandingkan perwira.
"Dampak utama bagi organisasi TNI apabila gugatan ini dikabulkan adalah meluasnya bottleneck dalam pengelolaan karir prajurit TNI. Penambahan usia pensiun akan dapat memperparah fenomena prajurit nonjob dalam institusi militer," jelas dia.
Anton menyebut, dengan menambah usia pensiun, maka pengelolaan karir prajurit akan semakin kompleks akibat adanya pelambatan laju pensiun. Hal ini, kata dia, tentunya akan membuat karir prajurit yang lebih muda terkendala dan tidak menutup kemungkinan fenomena non job meluas ke berbagai jenjang kepangkatan.
Disamping itu, dia mengatakan, jika gugatan tersebut dikabulkan oleh MK, maka akan membuka peluang bagi Jenderal Andika Perkasa untuk memperpanjang masa jabatan sebagai Panglima TNI. Adapun berdasarkan UU TNI yang berlaku saat ini, Andika Perkasa diketahui akan memasuki masa pensiun pada akhir tahun 2022.
"Perpanjangan usia pensiun tentu saja dapat membuka peluang Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima TNI hingga 2024, akan tetapi tentu saja akan tergantung dari bagaimana bunyi lengkap putusan MK nanti mengingat hal tersebut menganulir isi pasal. Dan seringnya, MK memandatkan pemerintah dan DPR untuk menyiapkan revisi dengan jangka waktu tertentu," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, usulan perpanjangan usia pensiun TNI muncul dari gugatan yang dilayangkan oleh lima orang dari berbagai latar belakang ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya adalah Euis Kurniasih yang merupakan pensiunan anggota TNI.
Dalam pokok permohonannya, Euis dan kawan-kawan menilai, batasan usia pensiun dalam Pasal 53 dan 71 huruf a Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD NRITahun 1945. Euis dan kawan-kawan menilai, batasan usia pensiun TNI perlu direvisi sehingga sama dengan aturan Polri.