Kamis 10 Feb 2022 19:00 WIB

Minyak Goreng yang Masih Langka, Buah Kebijakan yang Berubah Terlalu Cepat

GAPKI nilai perubahan kebijakan minyak goreng buat produsen butuh waktu beradaptasi.

Warga mengantri beli minyak goreng dalam operasi pasar minyak goreng di Wonodadi, Blitar, Jawa Timur, Kamis (10/2/2022). Operasi pasar minyak goreng murah Rp13 ribu per liter sesuai harga eceran tertinggi (HET) pemerintah tu digelar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan komoditas minyak goreng yang semakin langka dan harga yang terus melambung hingga di atas Rp20 ribu per liter.
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Warga mengantri beli minyak goreng dalam operasi pasar minyak goreng di Wonodadi, Blitar, Jawa Timur, Kamis (10/2/2022). Operasi pasar minyak goreng murah Rp13 ribu per liter sesuai harga eceran tertinggi (HET) pemerintah tu digelar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan komoditas minyak goreng yang semakin langka dan harga yang terus melambung hingga di atas Rp20 ribu per liter.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dedy Darmawan Nasution

Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Toga Sitanggang menyebutkan bahwa kelangkaan minyak goreng di pasaran dan minimnya ketersediaan diakibatkan adanya perubahan kebijakan yang cepat. Akibatnya pelaku industri dari hulu ke hilir butuh waktu untuk merespons.

Baca Juga

"Kami bisa melihat bahwa sebenarnya tidak ada kelangkaan bahan baku. Sebab dari total produksi konsumsi dalam CPO negeri baru mencapai 36 persen," kata Toga, kepada wartawan di Surabaya, Kamis (10/2/2022).

Toga yang sebelumnya berbicara dalam webinar yang digelar PWI Jatim menegaskan, bahwa tuduhan pemilik komoditas CPO menjadikan pasokan minyak goreng minim karena lebih suka untuk ekspor tidak benar. Menurut data yang ditunjukkan, ekspor CPO tahun 2021 bahkan menurun, dengan total ekspor mencapai 33 juta ton. Padahal, ekspor CPO pada 2020 mencapai 34 juta ton.

"Yang menjadi masalah, produsen minyak goreng seperti dia harus mengalami kebingungan setelah pemerintah beberapa kali mengubah kebijakan. Padahal, setiap ada perubahan, pelaku industri butuh waktu beberapa hari untuk menyesuaikan dengan sistem mereka," katanya.

Toga mencontohkan, saat Kementerian Perdagangan sudah mengumumkan aturan baru sebanyak tiga kali dalam satu bulan, yakni awal diumumkan tanggal 12 Januari 2022. Lalu, 19 Januari 2022. Terakhir, diubah lagi pada di akhir bulan. "Tentu kami sebagai pelaku industri juga butuh waktu mengaplikasikan hal tersebut," katanya.

Sedangkan untuk kembali menormalkan arus komoditas, produsen harus berkoordinasi dengan distributor lalu lanjut ke tahap peritel lalu kembali lagi. Sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama sekitar satu minggu. Meski demikian, dia meminta agar masyarakat tenang, karena faktor terbesar dalam kelangkaan sebenarnya oknum penimbun serta masyarakat yang akhirnya panik.

"Kami yakin bahwa masalah ini bakal segera diselesaikan selama kebijakan dan distribusi bisa diselaraskan. Dari perusahaan saya sendiri sudah memasok kok. Cuma saya tidak bisa bicara mengenai perusahaan lainnya," katanya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga, Imron Mawardi mengakui, masih banyak sistem di industri kelapa sawit Indonesia yang menjadi pertanyaan. Salah satunya sampai saat ini harga bahan baku CPO yang dicantumkan dalam ongkos produksi minyak goreng domestik dihitung berdasarkan harga pasar global, dan belum jelas sebenarnya berapakah jumlah ongkos produksi perkebunan kelapa sawit.

Imron mengaku juga belum tahu apakah harga CPO senilai Rp 9.300 yang ditetapkan pemerintah bakal menghilangkan margin petani. Namun, Imron mengakui, bahwa kasus kelangkaan minyak goreng harusnya tak sama seperti kasus gula, kedelai, atau garam.

Sebab, komoditas lainnya harus dipasok melalui impor, sedangkan minyak goreng di Tanah Air cukup melimpah, dan Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar di dunia. "Selama implementasi dan pengawasan distribusi benar. Saya rasa masalah ini tak akan bertahan lama," katanya.

Sementara itu Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui kelangkaan minyak saat ini disebabkan pedagang masih dalam proses penyesuaian harga minyak goreng dengan masing-masing distributor. Karena itu pasokan minyak goreng murah yang sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) masih terbatas.

"Proses ini cukup memakan waktu dan kami akui adanya kendala teknis di lapangan," kata Direktur Bahan Penting dan Pokok Kemendag Isy Karim, Kamis (10/2/2022). Ia menjelaskan, kendala yang ditemukan terutama ketersediaan pasokan yang tidak merata.

Selain itu, berdasarkan data dashboard yang dipantau Kemendag, dari 101,8 juta liter purchase order (PO) minyak goreng yang diterbitkan toko ritel periode Januari-Februari, realisasinya masih kecil. Tercatat hingga Selasa (8/10/2022), realisasinya baru sebanyak 11,55 juta liter yang terkirim.

Di sisi lain, adanya kondisi panic buying dari masyarakat menyebabkan lonjakan pemrintaan yang turut menyebabkan kekosongan stok minyak goreng di berbagai toko ritel modern sejumlah daerah. Isy Karim mengatakan, untuk mempercepat penyediaan minyak goreng sesuai dengan harga HET, Kemendag tengah melakukan berbagai upaya agar minyak goreng cepat tersedia di masyarakat.

Antara lain dengan melakukan harmonisasi antara pasokan minyak sawit DOMO dari eksportir kepada produsen minyak goreng di dalam negeri untuk pemenuhan pasokan bahan baku. Di satu sisi, turut memfasilitasi pengemas dengan produsen olein maupun CPO untuk percepatan penyediaan minyak goreng sesuai dengan HET.

"Pasokan dari 20 persen Kuota DMO 14 Eksportir yang telah memperoleh Persetujuan Ekspor (PE) CPO 112.400 ton dan Olein 65.585 ton atau setara dengan lebih dari 185 juta liter minyak goreng yang akan segera masuk ke pasar," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement