Rabu 26 Jan 2022 01:15 WIB

Ekstradisi RI-Singapura, Pukat: Tak Ada Lagi Alasan Koruptor Susah Dipulangkan

Pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura telah mengadakan perjanjian ekstradisi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Mas Alamil Huda
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong (kedua kiri) menyaksikan Menkum Ham Yasonna Laoly (kanan) dan Mendagri Singapura K Shanmugam bertukar dokumen terkait perjanjian ekstradisi di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).
Foto: Antara/Setpres-Agus Suparto
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong (kedua kiri) menyaksikan Menkum Ham Yasonna Laoly (kanan) dan Mendagri Singapura K Shanmugam bertukar dokumen terkait perjanjian ekstradisi di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainul Rahman menyambut baik perjanjian ekstradisi pemerintah Indonesia-Singapura. Menurutnya, kesepakatan itu menjadi proses yang baik bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Ini akan menjadi instrumen penting dalam upaya mengmbalikan ke indoensia menangkap para pelaku tindak pidana korupsi beserta dengan uang hasil kejahatan mereka, keuangan negara yang dibawa kabur oleh mereka," kata Zainul Rahman di Jakarta, Selasa (25/1).

Baca Juga

Menurutnya, pemberantasan korupsi saat ini kerap terhambat lantaran banyak tersangka yang lari ke Singapura. Dia mengatakan, pemerintah Indonesia biasa terhambat ketika ingin memulangkan para tersangka itu untuk menjalani proses hukum di Tanah Air.

Zaenul melanjutkan, demikian juga dengan uang hasil kejahatan yang dibawa lari ke Singapura oleh para tersangka atau koruptor. Dia mengatakan, perjanjian ekstradisi ini sekaligus menjadi kabar baik dalam upaya mengembalikan kerugian negara beserta dengan pelakunya.

"Saya berharap adanya perjanjian ekstradisi ini maka tidak ada lagi cerita tersangka atau terdakwa atau terpidana korupsi yang lari ke Singapura susah dipulangkan. Semua harus bisa dipulangkan ke Indonesia beserta dengan harta kejahatan mereka," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura telah mengadakan perjanjian ekstradisi. Salah satu poin perjanjian itu yakni saling bertukar para tersangka buron yang seharusnya menjalani penuntutan atau persidangan di negara masing-masing.

"Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

Yasonna menjelaskan, ruang lingkup perjanjian ekstradisi ini yakni kedua negara sepakat untuk melakukan pertukaran bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

"Apabila kedua negara dapat dengan segera meratifikasi perjanjian ekstradisi yang ditandatangani maka lembaga penegak hukum kedua negara dapat memanfaatkan perjanjian ekstradisi ini dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi dan terorisme," kata Yasonna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement