Selasa 25 Jan 2022 21:33 WIB

KPK: Ekstradisi dengan Singapura Bantu Pemberantasan Korupsi

Ekstradisi akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi pengembalian aset.

Rep: Rizkyan adiyudha/ Red: Ilham Tirta
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura membantu peperangan melawan pidana rasuah. KPK menyebut, perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi tidak hanya bagi Indonesia, namun juga global.

"Melalui regulasi ini artinya seluruh instrumen yang dimiliki kedua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakkan hukum kedua negara, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di Jakarta, Selasa (25/1).

Baca Juga

KPK mengatakan, perjanjian ekstradisi tentunya tidak hanya mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain. Lembaga antirasuah itu melanjutkan, ekstradisi ini nantinya juga akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi asset recovery.

Ghufron mengatakan, tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Dia mengatakan, optmalisasi perampasan aset tersebut bakal memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Perjanjian tersebut akan menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Ghufroni lagi.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia dan Singapura mengadakan perjanjian ekstradisi. Salah satu poin perjanjian itu, yakni saling bertukar para tersangka buron yang seharusnya menjalani penuntutan atau persidangan di negara masing-masing.

"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly.

Yasonna menjelaskan, ruang lingkup perjanjian ekstradisi ini, yakni kedua negara sepakat untuk melakukan pertukaran bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta. Hal ini untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

"Apabila kedua negara dapat dengan segera meratifikasi perjanjian ekstradisi yang ditandatangani, maka lembaga penegak hukum kedua negara dapat memanfaatkan perjanjian ekstradisi ini dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi dan terorisme," kata Yasonna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement