REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Memanggil 57 (IM57+) Institute menanggapi vonis terhadap eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin Pattuju yang terlibat kasus suap penanganan perkara di KPK. Organisasi anti korupsi itu berharap Robin divonis dengan hukuman lebih berat.
Majelis Hakim menjatuhkan vonis 11 tahun penjara kepada Robin. Hukuman itu tercatat bahkan lebih rendah setahun dari tuntutan jaksa.
"Kami menyayangkan hasil tersebut karena tindakan yang dilakukan oleh Robin bukan soal korupsi yang biasa," kata Ketua IM57+ Institute, Mochamad Praswad Nugraha kepada Republika.co.id, Kamis (13/11/2022).
Praswad menilai perbuatan Robin telah meruntuhkan kredibiltas KPK yang telah menjaga integritasnya hampir selama 20 tahun. Ia khawatir kasus yang menimpa Robin makin menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPK.
"Kelakuan Robin telah merusak sendi-sendi sistem tersebut sehingga KPK semakin kehilangan kepercayaan publik," ujar mantan penyidik KPK itu.
Praswad meyakini hukuman lebih berat pantas dijatuhkan kepada Robin. Pasalnya, Robin merupakan aparat yang seharusnya bertugas memberantas korupsi. Kemudian, hukuman lebih berat bakal menjadi efek jera bagi siapapun di KPK yang berani melanggar hukum.
"Harapan hukuman yang tinggi juga penting karena hukuman tersebut adalah pesan bagi pegawai KPK bahwa ada sanksi yang sangat serius," kata Praswad.
Majelis Hakim diketahui juga mengganjar Robin dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis Hakim memutuskan Robin terbukti bersalah melakukan tindak pidana suap terkait penanganan perkara di KPK. Robin disebut terbukti menerima uang suap Rp 11 miliar dan 36 ribu dolar AS.
Uang tersebut diperoleh Robin lewat penanganan lima perkara yang tengah diurus KPK. Perbuatan tersebut dilakukan dengan pengacara Maskur Husain yang telah divonis 9 tahun penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Hakim Ketua Djuyamto dalam sidang tersebut.
Selain itu, Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Robin untuk membayar uang pengganti senilai Rp 2.322.577.000 paling lambat sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.