Selasa 14 Dec 2021 00:33 WIB

KPAI Nilai Herry Wirawan Memenuhi Syarat untuk Dihukum Kebiri

"Kebiri itu namanya hukuman tambahan. Hukuman tambahan kebiri," kata Retno.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, menilai oknum guru pelaku rudapaksa terhadap 21 santriwati di Cibiru, Bandung memenuhi untuk dilakukan hukuman kebiri. Sebab, korbannya lebih dari satu.

"Kalau menurut kami gini, ini memenuhi, satu, korbannya lebih dari satu. Yang kedua ini dilakukan berulang-ulang. Itu membuat boleh dihukum tambahan. Kebiri itu namanya hukuman tambahan. Hukuman tambahan kebiri," kata Retno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (13/12).

Baca Juga

Dirinya mengatakan hukuman kebiri bisa diberikan setelah pelaku menjalani hukuman pokok. Setelah menjalani 20 tahun penjara, hukuman kebiri bisa langsung diberikan kepada pelaku.

"(Hukuman kebiri) ini belum dilakukan di Indonesia, vonis sudah ada soal kebiri, tetapi yang dieksekusi belum ada karena kan harus ngikutin hukuman pokoknya dulu. Untuk kasus sebelumnya kaya Mojokerto kena 12 tahun kalau gak salah, berarti dia 12 tahun dulu baru kena hukuman tambahan," ungkapnya.

Namun demikian Retno menilai hukuman kebiri bisa saja efektif namun bisa juga tidak. Jika hormonnya tinggi, maka suntikan kebiri sangat berpengaruh. Tetapi jika bukan karena itu, maka perlu dilakukan rehabilitasi psikologi.

"Harus ada rehabilitasi psikologi sehingga si pelaku ini tidak mengulangi," tuturnya.

Sementara itu Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, menjelaskan hukum positif di Indonesia sudah mengatur tentang hukuman kebiri. Arsul menegaskan dirinya mendukung keputusan hakim jika nantinya proses hukumnya memutuskan tindakan kebiri sebagai bagian dari hukuman pidana.

Dirinya juga menjelaskan, secara hukum acara pidana maka eksekutor putusan perkara pidana itu di jajaran Kejaksaan. Namun sebagai eksekutor putusan pidana maka kejaksaan bisa meminta bantuan instansi terkait.

"Kan selama ini begitu. Lihat saja dalam eksekusi pidana mati, maka ya eksekutornya ya jaksa tapi pelaksanaan dilakukan oleh regu tembak dari Polri, karena tidak mungkin jajaran kejaksaan yang melaksanakan penembakannya,"

"Demikian juga dalam soal tindakan pengebirian dalam kasus perkosaan atau kekerasaan seksual maka kejaksaan bisa bekerja sama dan dibantu tim dokter Polri jika kejaksaan tidak memiliki tim dokter sendiri," imbuhnya. ()

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement