Sabtu 11 Dec 2021 04:10 WIB

P2G Minta Guru Cabul Dihukum Maksimal

Seorang guru semestinya menjadi teladan, digugu dan ditiru, serta membangun karakter

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Pencabulan. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta aparat kejaksaan menuntut maksimal dan hakim di pengadilan memutuskan vonis setinggi-tingginya kepada tersangka kasus kekerasan seksual oleh guru pesantren di Bandung, Jawa Barat.
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Pencabulan. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta aparat kejaksaan menuntut maksimal dan hakim di pengadilan memutuskan vonis setinggi-tingginya kepada tersangka kasus kekerasan seksual oleh guru pesantren di Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta aparat kejaksaan menuntut maksimal dan hakim di pengadilan memutuskan vonis setinggi-tingginya kepada tersangka kasus kekerasan seksual oleh guru pesantren di Bandung, Jawa Barat. P2G tak ingin ke depan ada yang meniru perbuatan tersebut.

"Hukuman maksimal penjara seumur hidup dan kebiri kimia bagi oknum guru, agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat, jangan sekali-sekali meniru perbuatan hina itu," ujar Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, kepada Republika.co.id, Jumat (10/12).

Baca Juga

Menurut Iman, sebagai seorang guru semestinya menjadi teladan, digugu dan ditiru, serta membangun karakter bagi muridnya. Pesantren atau lembaga pendidikan, kata dia, seharusnya menjadi ruang yang aman, nyaman, dan sehat untuk proses mendukung tumbuh kembang anak secara individual, intelektual, spiritual, dan sosial, bukan sebaliknya.

"Faktor inilah yang dapat menjadi pemberatan hukuman kepada oknum guru tersebut," kata Iman.

Dia menyatakan, P2G mengapresiasi langkah sigap Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memberikan konseling dan pendampingan trauma healing bagi korban. P2G berharap masyarakat tidak menyalahkan korban dan keluarganya. Masyarakat, kata dia, harus dididik untuk empati kepada keluarga korban kekerasan seksual, terlebih melihat mayoritas dari mereka merupakan anak dengan usia di bawah 18 tahun.

Iwam mengungkapkan, tindak kekerasan seksual seperti pencabulan, pemerkosaan, dan tindakan asusila lainnya di satuan pendidikan berbasis agama bukan pertama kali terjadi. Dalam catatan P2G, kasus kekerasan seksual yang mencuat menjadi perbincangan publik di media pada 2021 terjadi di satuan pendidikan agama baik status formal maupun non formal.

"Data 27 kabupaten/kota belum termasuk kekerasan seksual yang terjadi di luar satuan pendidikan agama formal, seperti kasus pencabulan terhadap belasan anak laki-laki oleh guru mengaji di Padang dan Ternate," jelas dia.

Iman menambahkan, rata-rata korban kekerasan seksual di satuan pendidikan agama adalah anak di bawah umur dengan usia di bawah 18 tahun, bahkan ada yang usia tujuh tahun seperti kasus di Pondok Pesantren Jembrana, Bali. Umumnya, kata dia, kekerasan seksual dilakukan berkali-kali dalam kurun waktu lebih dari satu tahun.

"Korban kekerasan seksual tidak selalu santri perempuan, juga santri laki-laki seperti kasus Bantul, Sidoarjo, Jembrana, Solok, dan korban pedofilia terbesar hampir 30 santri di pesantren Ogan Komering Ilir," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement