Ahad 04 Jun 2023 12:01 WIB

FSGI Ungkap Tiap Pekan Terjadi Satu Kasus Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan

Data kasus kekerasan seksual terhadap anak sekolah berasal dari Januari-Mei 2023.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Reiny Dwinanda
Pelajar sekolah dasar (ilustrasi). Pelaku kekerasan seksual di satuan pendidikan mayoritas ialah guru dan pemilik/pemimpin pondok pesantren.
Foto: Antara/Azi Fitriyanti
Pelajar sekolah dasar (ilustrasi). Pelaku kekerasan seksual di satuan pendidikan mayoritas ialah guru dan pemilik/pemimpin pondok pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) telah mendata kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangan Kemendikbudristek maupun Kemenag. Hasilnya, dalam lima bulan terakhir sudah terjadi 22 kasus dengan jumlah korban mencapai 202 anak peserta didik.

"Data menunjukkan sejak lima bulan pertama di tahun 2023 sudah terjadi 22 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan dengan jumlah korban mencapai 202 anak atau peserta didik," ungkap Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, lewat keterangannya, Ahad (4/6/2023).

Baca Juga

Retno mengatakan pelaku kekerasan seksual adalah orang-orang yang seharusnya dihormati dan melindungi para peserta didik selama berada di satuan pendidikan. Pelaku mayoritas ialah guru (31,80 persen) dan pemilik dan atau pemimpin pondok pesantren (18,20 persen).

"Kepala sekolah (13,63 persen), guru ngaji di satuan pendidikan informal (13,63 persen), pengasuh asrama/pondok (4,5 persen), kepala madrasah (4,5 persen), penjaga sekolah (4,5 persen), dan lainnya (sembilan persen)," jelas Retno.

Dari 22 kasus, sebanyak 50 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah Kemendikbudristek. Menurut dia, dari 11 kasus tersebut ada satu kasus yang terjadi di luar sekolah, namun pihak sekolah melakukan dugaan kekerasan dengan "memaksa orang tua membuat surat pengunduran diri" karena dianggap memalukan sekolah.

"Padahal, korban merupakan siswa dari keluarga tidak mampu dan merupakan korban perkosaan delapan orang tetangganya. Kasus kekerasan seksual ini terjadi di Kabupaten Banyumas," kata Retno.

Sedangkan delapan kasus (36,36 persen) terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemenag, dan tiga kasus terjadi di lembaga pendidikan informal, yaitu tempat pengajian di lingkungan perumahan. Korbannya mencapai puluhan.

Atas dasar itu, FSGI mengeluarkan rekomendasi. Pertama, FSGI mendukung Kemendikbudristek melakukan perubahan terhadap Permendikbudristek Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan tindak kekerasan di satuan Pendidikan, khususnya merinci apa saja perilaku di sekolah yang termasuk kekerasan seksual.

"FSGI mendorong Kementerian PPPA untuk terus mensosialisasi juga hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129 untuk melaporkan kekerasan seksual yang dialami dan mendorong pembentukan sekolah-sekolah ramah anak," jelas Sekjen FSGI, Heru Purnomo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement