REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Rintis Noviyanti mengatakan, uji klinis vaksin RTS,S yang merupakan vaksin malaria pertama di dunia yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitasnya di Indonesia. Sebab, lingkungan atau kondisi Indonesia berbeda dengan di Afrika yang didominasi oleh malaria pembawa parasit Plasmodium falciparum.
"Untuk di Indonesia, bagus juga kalau dilakukan uji klinisnya," kata Rintis yang merupakan peneliti di Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.
Rintis menuturkan, lingkungan dan keragaman genetik manusia juga menentukan efektivitas vaksin. Vaksin RTS,S dikhususkan untuk mencegah infeksi Plasmodium falciparum, sedangkan di Indonesia ada lima jenis parasit penyebab malaria.
Oleh karenanya, Rintis menuturkan, mungkin dampak penggunaan vaksin RTS,S di Indonesia akan berbeda dengan di Afrika. Rintis mengatakan, vaksin bermanfaat untuk mengurangi angka kesakitan dan pada gilirannya mengurangi angka kematian.
Vaksin RTS,S tentunya dapat membantu program percepatan eliminasi malaria. Lebih lanjut, ia menuturkan, efektivitas vaksin RTS,S atau Mosquirix hanya sekitar 30 persen di negara yang diuji coba, yakni Ghana, Kenya, dan Malawi.
"Belum tahu nanti bagaimana efektivitasnya di Indonesia," ujarnya.