Selasa 01 Jun 2021 16:40 WIB

Yusril Sebut Putusan MK Soal Verifikasi Parpol tak Logis 

'Putusan MK itu tidak logic. Dalil mereka, mereka kencingi sendiri,' kata Yusril.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum PBB yang juga pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Ketua Umum PBB yang juga pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara nomor 55/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 173 ayat (1) tentang Pemilu tidak logis. Ketentuan mengenai verifikasi partai politik (parpol) itu dinilai tidak sejalan dengan logika yang dibangun oleh  hakim konstitusi di MK. 

"Putusan MK itu tidak logic. Dalil mereka, mereka kencingi sendiri," ujar Yusril dalam diskusi daring, Selasa (1/6). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, putusan MK itu mengelompokkan partai politik menjadi tiga kategori, dalam hal persyaratan parpol menjadi peserta pemilu. Pertama, parpol yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos ambang batas parlemen Pemilu 2019. 

Kedua, partai politik yang lulus verifikasi Pemilu 2019 tetapi tidak lolos ambang batas parlemen. Ketiga, partai politik baru dan belum menjadi peserta pemilu sebelumnya. 

Menurut dia, ketika ada tiga kategori dan kedudukannya tidak sama, maka perlakuan terhadap ketiganya juga harus tidak sama. Begitu pun sebaliknya, apabila kedudukannya setara, maka perlakuan yang diberikan juga harus sama dan tidak boleh berbeda. 

Hal ini sesuai logika yang disampaikan hakim konstitusi terkait esensi keadilan. Namun, kata Yusril, MK tidak mencerminkan esensi keadilan tersebut dalam putusan nomor 55/PUU-XVIII/2020. 

Sebab, ada tiga kategori dengan kedudukan yang tidak sama, tetapi perlakuan yang diberikan hanya berbeda kepada satu kategori, sedangkan dua kategori lainnya sama. Yusril mengatakan, MK hanya memperlakukan berbeda terhadap parpol yang lulus verifikasi Pemilu 2019 dan memenuhi ambang batas parlemen. 

MK menyatakan, Pasal 173 Ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Pasal tersebut berbunyi, "Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang lulus verifikasi oleh KPU." 

MK kemudian memaknai Pasal 173 ayat 1 UU Pemilu menjadi, "Partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi, namun tidak diverifikasi secara faktual.” 

“Adapun partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual. Hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru." 

Dalam pertimbangannya, Anggota MK Aswanto menjelaskan, dapat dikatakan tidak adil ketika varian capaian perolehan suara dan tingkat keterwakilan suatu parpol disamakan dengan parpol baru yang akan menjadi peserta pemilu pada verifikasi kontestasi pemilu selanjutnya. Esensi keadilan adalah memperlakukan sama terhadap sesuatu yang seharusnya diperlakukan sama dan memperlakukan berbeda terhadap sesuatu yang seharusnya diperlakukan berbeda. 

"Memperlakukan verifikasi secara sama terhadap semua partai politik peserta pemilu, baik partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya maupun partai politik baru, merupakan suatu ketidakadilan," kata Aswanto dalam sidang pengucapan putusan, Selasa (4/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement