REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengklarifikasi pemberitaan mengenai penilaian kinerja penanganan pandemi Covid-19. Dia meluruskan informasi yang sebelumnya beredar terkait penilaian kinerja Provinsi DKI Jakarta dalam penanganan pandemi Covid-19. Budi juga mencabut pernyataan penilaian E kualitas pengendalian pandemi di Jakarta.
Menurut Budi, apa yang disampaikan partnernya merupakan indikator risiko berdasarkan pedoman Badan Organisasi Dunia (WHO). Hal itu sesuai dengan situasi yang dihadapi Provinsi DKI pascalibur Hari Raya Idul Fitri sebagai kewaspadaan dini mengantisipasi lonjakan kasus.
"Data-data dan angka yang disajikan merupakan indikator risiko berdasarkan pedoman yang terbaru yang digunakan sebagai analisa internal di Kementerian Kesehatan untuk melihat persiapan menghadapi lonjakan kasus sesudah liburan lebaran, dan bukan untuk menilai kinerja provinsi dalam penanganan pandemi," kata Budi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (28/5).
Pernyataan Budi mengoreksi pernyataan Wakil Menkes Dante Saksono Harbuwono. Dante menyebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tidak optimal dalam kegiatan penelusuran (tracing) kontak erat kasus Covid-19 di Ibu Kota. Selain itu, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di Jakarta juga tinggi. Sehingga, kinerja Pempov DKI dalam menangani Covid-19 dianggap jelek.
"Masih banyak yang dalam kondisi terkendali kecuali DKI Jakarta, ini kapasitasnya E, karena di DKI Jakarta bed occupancy rate-nya sudah mulai meningkat dan tracing-nya juga tidak terlalu baik,” kata Dante dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/5).
Selain indikator risiko yang disajikan berdasarkan pedoman tersebut, kata Budi, Kemenkes juga masih mendalami adanya faktor lain dalam penilaian penanganan pandemi. Langkah itu dilakukan untuk bisa memperbaiki respons ataupun kebijakan untuk melakukan intervensi terkait penanganan pandemi.
"Saya secara pribadi dan sebagai Menteri Kesehatan menyampaikan permohonan maaf atas kesimpangsiuran yang tidak seharusnya terjadi. Indikator risiko ini tidak seharusnya menjadi penilaian kinerja di salah satu provinsi yang sebenarnya adalah salah satu provinsi yang terbaik dalam penanganan pandemi," kata mantan wakil menteri BUMN tersebut.
"Saya juga meminta maaf kepada tenaga kesehatan dan ribuan masyarakat DKI Jakarta yang telah bekerja keras, transparan, dan serius menangani pandemi sejak awal 2020," ujar Budi menambahkan.
Budi melihat, sudah banyak keberhasilan yang diraih Provinsi DKI dan menjadi cerminan keberhasilan Indonesia dalam hal penanganan pandemi Covid-19. Keberhasilan tersebut, di antaranya transisi dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ke adaptasi kebiasaan baru yang berjalan cukup lancar. Selain itu, pembukaan berbagai sektor ekonomi sudah dilakukan sejak Juni 2020.
Pun penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro berjalan dengan efektif dalam mengontrol laju kasus Covid-19. Kemampuan 3T, yaitu testing, tracing, dan treatment di Jakarta juga melebihi ekspektasi WHO. Tidak hanya itu, pelaksanaan vaksinasi di DKI Jakarta salah satu yang tertinggi bersama Bali.
Budi melanjutkan, Jakarta juga termasuk salah satu provinsi yang secara aktif mendorong vaksinasi bagi kelompok lanjut usia (lansia). Hingga Kamis, dari target 911.631 lansia di Jakarta, 64,8 persen telah menerima vaksinasi dosis pertama, dan 58 persen menerima vaksinasi dosis kedua. Budi menyebut, masih banyak hal positif lainnya di Jakarta yang dapat dicontoh provinsi.
"Berdasarkan berbagai data, Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi terbaik dan paling konsisten dalam penanganan pandemi. Untuk itu, kami mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, termasuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta beserta jajarannya, yang tetap solid bersatu melawan Covid-19 selama setahun lebih ini," kata Budi.
Dia mengaku, siap mengevaluasi indikator penilaian yang dipakai selama ini, agar memenuhi prinsip objektifitas, keadilan, dan lebih utuh dalam menggambarkan situasi pandemi. Pihaknya juga senantiasa berkomunikasi dengan dinas kesehatan provinsi di Indonesia terkait indikator penilaian yang dipakai.