REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan masalah yang kini tengah ditangani di Papua bukan terkait kemerdekaan Papua, melainkan isu kesejahteraan dan lainnya. Karena itu, pemerintah akan menyelesaikan masalah Papua lewat kesejahteraan seperti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020, dan bukan melalui senjata.
"Yang menginstruksikan penyelesaian masalah Papua dengan penyelesaian kesejahteraan, bukan dengan penyelesaian bersenjata. Tidak ada gerakan atau tindakan bersenjata terhadap rakyat Papua. Tapi ada tindakan penegakkan hukum," ujar Menkopolhukam Mahfud MD dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (29/4).
Terkait upaya pemberantasan terorisme di Papua, Mahfud menjelaskan, itu akan dilakukan bukan terhadap rakyat Papua, melainkan terhadap segelintir orang yang melakukan pemberontakan dan tindakan separatisme secara sembunyi-sembunyi. Berdasarkan hasil survei yang ia dapatkan, lebih dari 92 persen masyarakat Papua pro terhadap Indonesia.
"Lebih dari 92 persen mereka pro republik. Kemudian hanya ada beberapa gelintir orang yang melakukan pemberontakan secara sembunyi-sembunyi sehingga mereka itu melakukan gerakan separatisme yang kemudian tindakan-tindakannya merupakan gerakan terorisme," jelas Mahfud.
Pada kesempatan itu dia juga menyatakan pemerintah dan rakyat Indonesia berpedoman pada Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2504 tahun 1969 terkait status Papua. Karena itu, setiap tindak kekerasan di Papua yang memenuhi unsur di dalam Undang-Undang (UU) Terorisme akan dinyatakan sebagai gerakan teror.
"Sikap pemerintah dan rakyat Indonesia termasuk rakyat Papua itu sudah tegas, berpedoman pada Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2504 tahun 1969 tentang penentuan pendapat rakyat papua, maka Papua termasuk Papua Barat itu adalah bagian sah dari negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan, ketika itu tidak ada satupun negara yang menolak Resolusi Majelis Umum PBB tersebut. Menurut dia, semua negara yang terlibat mendukung dan setuju hasil penentuan pendapat rakyat Papua pada tahun 1969 itu, yakni Papua dengan Paperanya sudah menjadi bagian sah dari NKRI.
"Oleh sebab itu, setiap kekerasan, tindak kekerasan, yang memenuhi unsur-unsur UU Nomor 5 Tahun 2018 kita nyatakan sebagai gerakan teror. Dan secara hukum pula kami akan segera memprosesnya sebagai gerakan terorisme yang tercatat di dalam agenda hukum kita," katanya.
Mahfud menerangkan, berdasarkan laporan yang diformulasikan oleh Menteri Luar Negeri, saat ini tidak ada satupun forum resmi di dunia internasional yang mau membicarakan lepasnya Papua dari NKRI. PBB juga ia sebut tidak pernah melakukan pembahasan mengenai hal tersebut.
"PBB juga ndak pernah lagi, di forum-forum apapun tidak pernah. Bahwa mungkin ada orang yang datang ke sebuah parlemen lalu diterima tapi tidak diagendakan sebagai pengambilan keputusan, itu iya," jelas Mahfud.