Kamis 29 Apr 2021 09:30 WIB

Ancaman Mutasi Covid-19 dari Daging Kerbau Impor India

Sangat mungkin daging kerbau dari India berisiko membawa varian baru Covid-19.

Petugas Badan Urusan Logistik (Bulog)  menyusun daging kerbau beku impor dari India ke dalam alat pendingin. Lonjakan kasus Covid-19 India membuat Indonesia mengurangi jumlah impor daging kerbau yang masuk ke Tanah Air.
Foto: Rony Munarman/Antara
Petugas Badan Urusan Logistik (Bulog) menyusun daging kerbau beku impor dari India ke dalam alat pendingin. Lonjakan kasus Covid-19 India membuat Indonesia mengurangi jumlah impor daging kerbau yang masuk ke Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Adysha Citra Ramadhani, Dedy Darmawan Nasution

Daging kerbau impor dari India sudah sejak beberapa tahun terakhir masuk ke Indonesia. Tahun ini, saat kasus Covid-19 di India melonjak tajam, pemerintah memastikan tetap mendatangkan daging kerbau beku dari India.

Baca Juga

Haruskah timbul kekhawatiran bahwa daging kerbau beku bisa membawa varian baru Covid-19? Kekhawatiran tersebut bukan tidak beralasan. Sepanjang sejarah pandemi virus corona, sudah beberapa kali ditemukan daging beku juga ikan beku yang ketika dicek mengandung virus corona.

Dosen Pascasarjana Fakultas Peternakan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Nanung Danar Dono, menyatakan, sangat mungkin daging kerbau dari India berisiko membawa varian baru Covid-19. "Kalau kaitannya dengan daging beku, di negara asalnya di India, virus apalagi mutan virusnya itu bisa menempel di permukaan daging, atau di kemasan, atau di dusnya menempel di situ. Kemudian ini bisa ikut terbawa ke Indonesia ketika diimpor," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/4).

Badan Urusan Logistik (Bulog) menjamin tidak ada virus corona pada daging tersebut, Nanung lalu mempertanyakan bagaimana cara menjaminnya. Terlebih, dia melanjutkan, kini ada mutasi virus, padahal persoalan virus aslinya saja masih misteri.

"Jadi, mohon maaf bagaimana caranya, apakah semua daging dicek dengan PCR? Anggaran dari mana? Yang mengecek siapa? Jangan mengada-ada karena demi keselamatan. Tolong jangan menyepelekan," katanya.

Kemudian, dia melanjutkan, ketika orang yang mengolah daging memegang dusnya atau kemasan daging beku, kemudian dia memegang tubuhnya atau bagian wajahnya kemudian berlanjut mengucek-kucek mata, hidung, mulut memakai tusuk gigi, maka virus corona bisa masuk ke tubuhnya. Titik kritis yang harus diwaspadai adalah proses sebelum daging matang yang diolah oleh tukang masak atau kru.

"Sebab, setelah terinfeksi, dia tidak menyadarinya karena tanpa gejala. Akibatnya dia bisa menularkan ke teman kerjanya, tetangga, masyarakat, keluarganya, bahkan anak istrinya," ujarnya.

Nanung berpesan orang yang memotong dan mengolah daging ini supaya menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari memakai masker, memakai sarung tangan sekali pakai, kemudian dibuang setelah selesai. Kemudian, dia melanjutkan, calon pembeli bisa memakai penyanitasi tangan (hand sanitizer) atau tisu basah sebelum memegang alat ketika akan mengambil daging dan usai memilihnya.

"Oleh karena itu, hand sanitizer dan tisu basah jadi barang wajib," katanya.

Mengenai virus yang menempel pada daging, Nanung mengingatkan jika dimasak bersuhu 80 derajat Celsius, daging aman. Sebab, umumnya virus mati saat berada pada suhu tinggi. Daging yang telah dipanaskan dan matang aman dari virus ini karena tidak menularkan dari makanannya.

Baca juga : Sri Mulyani: Kerugian Ekonomi Akibat Covid Rp 1.356 Triliun

Ia mencontohkan, fenomena ini seperti di Brasil dan Selandia Baru. Kendati demikian, Nanung menyarankan pilihan terbaik untuk sementara jangan memakan daging impor dari India. "Itu opsi terbaik, menurut saya," katanya.

Tahun lalu tim peneliti asal Singapura dan Irlandia mencari tahu kemungkinan adanya potensi penularan Covid-19 melalui makanan. Studi tersebut mengungkapkan bahwa virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dapat bertahan di daging-dagingan beku dalam waktu yang cukup lama.

Melalui studi yang dimuat dalam bioRxiv ini, tim peneliti mengontaminasi beberapa jenis daging dengan virus corona tipe baru, SARS-CoV-2. Jenis daging yang digunakan adalah daging ikan salmon, ayam, dan babi.

Seluruh daging yang telah terkontaminasi SARS-CoV-2 disimpan pada tiga suhu yang berbeda, yaitu 4 derajat Celsius, minus 20 derajat Celsius, dan minus 80 derajat Celsius. Tim peneliti lalu memeriksa daging-daging tersebut pada waktu-waktu tertentu, yaitu 1, 3, 5, 7, 14, dan 21 hari setelah daging dikontaminasikan dengan SARS-CoV-2.

Hasil studi menunjukkan bahwa daging-daging tersebut masih terkontaminasi oleh SARS-CoV-2 pada hari ke-21 atau setelah tiga pekan. Kontaminasi ini ditemukan pada daging yang disimpan pada ketiga suhu, yaitu 4 derajat Celsius, minus 20 derajat Celsius, dan minus 80 derajat Celsius.

"Tak ada penurunan virus setelah 21 hari pada suhu 4 derajat Celsius dan minus 20 derajat Celsius," ujar tim peneliti, seperti dilansir Fox News.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa masyarakat tak perlu khawatir mengenai kemungkinan tertular Covid-19 dari makanan atau kemasan makanan. Tim peneliti juga menyatakan bahwa kemungkinan adanya transmisi melalui makanan itu kecil.

Meski kemungkinannya kecil, studi telah membuktikan bahwa virus dapat bertahan pada situasi yang mirip dengan kondisi pendistribusian dan penyimpanan daging. Pergerakan makanan yang terkontaminasi SARS-CoV-2 dapat berpotensi memunculkan kasus baru di daerah-daerah yang semula bebas Covid-19. Bila hal ini terjadi, bukan tak mungkin wabah kembali muncul di daerah-daerah yang sebelumnya bebas Covid-19 tersebut.

"Penting untuk memahami risiko suatu benda terkontaminasi dan tetap terkontaminasi di saat barang tersebut diekspor, dan virusnya bertahan selama di perjalanan," kata tim peneliti menjelaskan.

photo
Infografis Mutasi Virus Corona - (republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement