REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengusung konsep pendidikan yang memerdekakan dan berakar pada falsafah pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Ia mengatakan, konsep ini perlu mendapat dukungan.
"Atas pemaparan Menteri Pendidikan bagaimana pendidikan juga membumikan Pancasila sangat menarik dan penuh dengan inovasi dan terobosan," ujar Hasto lewat keterangan tertulisnya, Rabu (21/4).
Namun, Hasto mengatakan, PDIP tidak melihat menteri sebagai individu. Partai melihat menteri sebagai pembantu presiden yang harus menjalankan kebijakan presiden. Kerja menteri berfokus pada upaya menjalankan konstitusi dan undang-undang dengan selurus-lurusnya.
Karena itu, Hasto mengatakan, perombakan kabinet atau reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Hasto juga membantah pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membahas soal reshuffle.
Ia mengatakan pertemuan Megawati dan Nadiem fokus membahas pendidikan di Indonesia. "Pertemuan tersebut tidak membahas hal itu (reshuffle). Karena persoalan pendidikan sebagai dasar kemajuan bangsa merupakan hal yang fundamental," ujar Hasto.
Ia mengatakan mengatakan pertemuan Megawati yang juga ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Nadiem membahas politik pendidikan yang bertumpu pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Politik pendidikan untuk meletakkan landasan kebudayaan bagi kemajuan bangsanya melalui penguasaan iptek dan pendidikan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa.
"Jadi dialog tersebut memang perlu bagi kepentingan kemajuan dan peningkatan kualitas pendidikan nasional bangsa," ujar
Selain politik pendidikan, pertemuan selama dua jam itu juga membahas pentingnya Pancasila, pendidikan budi pekerti, dan kebudayaan. Menurut Hasto, Megawati juga menekankan pendidikan karakter dan pendidikan yang menggelorakan rasa cinta pada tanah air.
"Tidak hanya melalui teori, namun juga praktek. Guna memahami apa itu gotong royong, nasionalisme, dan pengenalan Indonesia yang begitu plural, jadi bukan hanya aspek kognitif saja," ujar Hasto.
Di samping itu, ia menilai, pertemuan Nadiem dengan Megawati wajar. Sebab, Presiden ke-5 Republik Indonesia itu dikenal sebagai sosok negarawan dengan pengalaman yang luas.
"Dengan pengalaman yang sangat luas, terlebih konsistensi perjuangan Bu Mega pada jalan Pancasila, maka wajar jika secara periodik Ibu Mega berdialog dengan Presiden Jokowi dan jajaran pemerintahannya," ujar Hasto.