REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pengacara Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar mengkritisi langkah Polri dalam memproses kasus unlawful killing penembakan terhadap enam laskar FPI. Aziz menuntut Polri menegakkan prinsip transparansi dalam pengusutannya.
Aziz menyayangkan dua tersangka unlawful killing yang justru tidak ditahan. Hal ini, menurutnya, mengindikasikan adanya perintah guna melaksanakan operasi pembunuhan para laskar.
Dia pun menuntut Polri membuka tabir siapa yang menyuruh para tersangka. "Kami masyarakat dan keluarga korban menyatakan masih menunggu siapa komandan dari para pelaku," kata Aziz pada Republika, Kamis (8/4).
Selain itu, Aziz menuntut, keterbukaan soal operasi pembunuhan pada malam itu. Dia ingin mengetahui motif apa sebenarnya yang mendasari para tersangka memilih membunuh para laskar FPI.
"Ada beberapa mobil saat itu, itu siapa saja mereka? Motifnya apa?" ujar pengacara Habib Rizieq Shihab tersebut.
Hingga saat ini, Aziz bahkan menyayangkan Polri yang terus menutupi identitas para tersangka. Dia mempertanyakan, langkah Polri yang terkesan menutup-nutupi kasus ini.
"Siapa nama dua yang tersangka serta satu almarhum itu juga dari unit mana?" ucap Aziz.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka dengan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas tewasnya empat Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek. Sebelumnya, tiga orang tersebut berstatus sebagai terlapor, dan satu diantaranya telah meninggal dunia akibat kecelakaan.
Untuk salah satu tersangka berinisial EPZ yang telah meninggal dunia terlebih dulu maka penyidikannya diberhentikan. Keputusan pemberhentian ini berdasarkan pasal 109 KUHAP.
Adapun dua tersangka tersisa belum dilakukan penahanan meski sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terkait alasan tidak dilakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus pelanggaran HAM tersebut, polisi mengklaim memiliki pertimbangan sendiri.