Rabu 17 Mar 2021 01:22 WIB

KPK Minta Kepala Daerah di Jabar Sinergi Berantas Korupsi

Firli meminta gubernur menegur bupati atau wali kota yang nilai MCP-nya masih rendah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers terkait kinerja pemberantasan korupsi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers terkait kinerja pemberantasan korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta, para Kepala Daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat (Jabar) untuk bersinergi dalam pemberantasan korupsi. Salah satunya dengan menerapkan upaya-upaya pencegahan korupsi dalam tata kelola pemerintahannya. 

“Saya mengajak seluruh bupati dan wali kota merapatkan barisan untuk memberantas korupsi, karena korupsi adalah kejahatan serius. Korupsi menyebabkan negara gagal dalam mewujudkan tujuan bernegara, yakni keadilan sosial,” tegas Firli dalam Rapat Koordinasi bertema Sinergi dan Kolaborasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pemerintah Daerah, yang berlangsung di Mason Pine Hotel, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (16/3). 

Firli menekankan, korupsi bukan hanya kejahatan yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. Namun, merupakan bagian dari kejahatan merampas hak rakyat.  

Hadir dalam kesempatan yang sama, Gubernur Provinsi Jabar Ridwan Kamil juga mengingatkan bupati dan wali kota, khususnya yang baru saja menjabat, untuk waspada dalam mengelola pemerintahannya. 

Emil sapaan Ridwan Kamil mengatakan, pertemuan kali ini penting, karena banyak kepala daerah baru, sehingga butuh penyesuaian atas sistem birokrasinya. Di samping itu, kepala daerah baru jangan terlena oleh posisi baru. 

"Sesuai arahan KPK, kita juga harus fokus pada pencegahan korupsi. Harga termahal kepala daerah adalah political will. Pastikan rotasi atau mutasi pegawai obyektif. Jauhi praktik transaksional,” ujar Emil. 

Sesuai data KPK per 2020, skor total pelaksanaan tata kelola pemerintahan di Pemprov Jabar, yang tercakup dalam sistem aplikasi Monitoring Centre for Prevention_(MCP), adalah 91,80 persen. Total skor tersebut terdiri atas optimalisasi penerimaan daerah sebesar 67,79 persen, manajemen aset daerah 93,70 persen, perencanaan dan penganggaran APBD 96,40 persen, pengadaan barang dan jasa 91,68 persen, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) 100 persen, manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) 94,96 persen, dan penguatan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) 96,72 persen. 

Lalu, terkait program sertifikasi aset daerah, berdasarkan data Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jabar, hingga akhir tahun 2020 total sertifikasi yang sudah diterbitkan untuk seluruh Pemda di Jabar adalah 1.912 bidang tanah. Jumlah tersebut terdiri atas pemerintah provinsi sebanyak 355 bidang, pemerintah kabupaten dan kota 1.480 bidang, dan pemerintah desa 77 bidang. 

Sedangkan, sertifikasi yang telah terbit untuk BUMN di wilayah Provinsi Jabar sebanyak 590 bidang, serta untuk BUMD sebanyak 49 bidang.

Sementara, Kepala Kanwil BPN Provinsi Jabar Yusuf Purnama menyebutkan, masih ada 3.547 bidang tanah yang dianggap milik pemda yang belum bersertifikat. Menurutnya, hal tersebut terkendala karena tingkat ketersediaan data yang minim, fisik tanah tidak diketahui lokasinya, sengketa atau masih berperkara dengan pihak lain, dan dokumen kepemilikan yang tidak lengkap.

Firli meminta, gubernur untuk menegur bupati atau wali kota di wilayah Jabar yang nilai MCP-nya masih rendah. Hal ini disampaikannya demi mendorong upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintah daerah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement