REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menegaskan jika ruang digital membutuhkan regulasi. Semuel mengatakan, seperti halnya di ruang fisik, ruang digital memerlukan norma atau rambu-rambu untuk ditaati masyarakat penggunanya.
"Kita gambarkan di ruang digital seperti jalan raya, kita berkendara di jalan raya, kalau nggak ada regulasi orang saling tabrak, sama di ruang digital juga regulasi agar tidak bertabrakan dan tetap harmonis," kata Semuel dalam Web Seminar Digital Culture yang disiarkan daring, Selasa (23/2).
Semuel mengatakan, saat ini pengguna internet di Indonesia mencapai 196 juta atau sekitar 74,3 persen. Mereka tersebar di berbagai aplikasi baik Whatsapp, Youtube, Facebook, dan media sosial lainnya.
Selain itu, di antara pengguna itu ada sekitar 60 juta orang yang melakukan bisnis di ruang digital secara online. Dari angka itu, ada 9,4 juta UMKM yang juga melakukan penjualan online.
"Dengan adanya ini, harapannya tadi ya agar ruang digunakan untuk hal hal positif," kata Semuel.
Sebab, jika tidak digunakan secara positif, ruang digital justru mendorong perilaku pelaku negatif. Apalagi, dengan karakter ruang digital yang tanpa batas (borderless) yang membuat semua orang tersambung kemana-mana, tetapi tetap meninggalkan jejak. Menurutnya, hal yang bersifat privat pun akan menjadi konsumsi publik jika sudah diunggah di ruang digital.
Semuel melanjutkan, ada juga asumsi umum menyebut jika ruang digital menciptakan lebih banyak peluang untuk menjadikan seseorang jadi radikal, Terkait hal itu, Semuel mengungkap hasil survei menyebut ruang digital memang menyediakannya karena ruang digital bisa membuat semua mengakses semuanya.
"Karenanya, masyarakat harus disiapkan agar di ruang digital bisa produktif dan bisa mendapat manfaat ekonominya, selama ini masyarakat hanya jadi market dan korban," katanya.