Senin 09 Nov 2020 23:24 WIB

Djoko Tjandra Nilai Action Plan Pembebasannya tak Masuk Akal

Pada hari ini, Djoko Tjandra menjadi saksi untuk terdakwa jaksa Pinangki.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 2 orang saksi yakni terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra dan pengusaha Rahmat
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 2 orang saksi yakni terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra dan pengusaha Rahmat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra menyebut 'Action Plan' yang diajukan mantan politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya serta Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan fatwa MA untuk membebaskan dirinya sangatlah tidak masuk akal. Hal itu diungkapkan Djoko saat bersaksi untuk terdakwa, Pinangki.

"'Action Plan' yang diajukan Andi Irfan tidak masuk akal kareana tercantum adanya PNS di situ oleh karena itu saya tidak bersedia," kata Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/11).

Baca Juga

Dalam dakwaan Pinangki, disebutkan bahwa Djoko Tjandra meminta jaksa Pinangki untuk membuat 'Action Plan' dan membuat surat ke Kejaksaang Agung (Kejagung) untuk menanyakan status hukum Djoko Tjandra dengan biaya 100 juta dolar AS. 'Action Plan' tersebut dalam dakwaan disebut diserahkan Pinangki pada 25 November 2019 bersama Anita Kolopaking dan pihak swasta Andi Irfan Jaya di kantor Djoko Tjandra di Malaysia.

"'Action Plan' tersebut terdiri dari 10 tahap pelaksanaan dan mencantumkan inisial Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Eks Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali. Dalam kesaksiannya, Djoko Tjandra menegaskan bahwa ia tak setuju dengan 'Action Plan' tersebut. Terlebih, Pinangki merupakan aparat penegak hukum dalam hal ini seorang Jaksa.

"Dalam 'Action Plan' adanya Pinangki juga ada di situ saya tidak bersedia," tegas Djoko Tjandra

"Karena tidak mau berurusan dengan PNS," tanya Jaksa Ronni.

"Iya," jawab Djoko Tjandra.

Jaksa pun menanyakan kepada Djoko Tjandra ihwal pemberian uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada Pinangki. Djoko Tjandra menjawabnya bahwasanya itu hanya bagian dari proposal.

Jaksa pun mencecar apakah ada dari 10 'Action Plan' ada yang suda terlaksana. "Adakah 'Action Plan' terlaksana? Apakah saudara merasa terbantu atau tertipu?" cecar Jaksa.

"Saya rasa saat Desember saya hubungi ke Anita 'Action Plan' sama sekali tidak bisa diterima dan tidak bersedia untuk melanjutkan, " jawab Djoko.

"Tapi kan sudah bayar 500 ribu dolar AS? ," tanya Jaksa lagi.

"Uang itu sebelum saya terima'Action Plan', tapi 'Action Plan' diberikan setelah mereka (Pinangki, Anita, Andi Irfan) kembali dari Kuala Lumpur 26 November 2019," ungkap Djoko.

"Seketika itu saya bilang tidak terima 'Action Plan' karena ada unsur Pinangki makanya saya taruh 'no' di situ, yang memberikan 'Action Plan' itu Andi Irfan melalui Whatsapp ke saya," tambah Djoko.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement