Senin 09 Nov 2020 22:52 WIB

Soal Ide Fatwa MA, Jawaban Djoko Tjandra di Sidang Berbeda

Di sidang Pinangki, jaksa mencecar Djoko Tjandra soal ide pengurusan fatwa MA.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) tiba untuk bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 2 orang saksi yakni terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra dan pengusaha Rahmat.
Foto: SIGID KURNIAWAN/ANTARA
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) tiba untuk bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 2 orang saksi yakni terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra dan pengusaha Rahmat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai saksi untuk terdakwa, Pinangki Sirna Malasari, Djoko Tjandra memberikan keterangan yang berbeda ihwal pencetus ide pengurusan fatwa MA yang dilakukannya. Djoko bahkan mengaku tidak ada kesepakatan yang ia lakukan saat pertemuan pertamanya dengan Pinangki di Kuala Lumpur, Malaysia pada 12 November 2019.

Awalnya, Jaksa Penuntut Umum, KMS Roni menanyakan ihwal maksud serta tujuan pertemuannya dengan Pinangki pada 12 November 2019. Jaksa pun membacakan BAP milik Djoko Tjandra yang menyebut bahwa Rahmat yang merupakan pengusaha di bidang CCTV dan robotic lah  yang meyakinkan dirinya untuk bertemu dengan Pinangki.

Baca Juga

"Apa maksud dan tujuan (pertemuan) tersebut. Dan apa yang membuat saudara mau bertemu terdakwa yang belum saudara belum kenal dan temui sebelumnya. Dalam BAP disebutkan Rahmat yang meyakinkan untuk bertemu terdakwa. Dan Rahmat bermaksud mengurus saudara saksi agar mendapatkan fatwa MA atas pelaksanaan putusan MK Nomor 33 bulan Mei 2016 dengan membawa Pinangki yang diyakini oleh Rahmat dapat membantu untum mendapat fatwa MA tersebut.Bagaimana jawaban saksi atas BAP nomor 7?," tanya Jaksa Penuntut Umum KMS Roni di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/11).  

"Wah saya sudah tidak mengingat lagi, " jawab Djoko Tjandra.

Mendengar jawaban Djoko Tjandra, Ketua Majelis Hakim IG  Eko Purwanto pun ikut menanyakannya. "Bagaimana saudara saksi?, " tanya Hakim.

"Saya tidak ingat," jawab Djoko Tjandra.

JPU kemudian menanyakan kepada Djoko Tjandra ihwal kesepakatan pada pertemuan pertamanya dengan Pinangki. Djoko Tjandra menjawab tidak ada kesepakatan, dan pertemuannya dengan Pinangki hanyalah perkenalan saja.

"Baik. Ini di BAP saudara nomor 9, bahwa isi kesepakatan dari pertemuan tanggal 12 November 2019 adalah menggunakan media fatwa MA untuk dapat menindaklanjuti putusan MK nomor 33 bulan Mei 2016 dengan tujuan agar pidana saudara atas putusan PK nomor 12 tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga saudara bisa kembali ke Indonesia tanpa harus dipidana. Benar, " tanya Jaksa.

"Itu ide besar daripada Anita maupun Andi Irfan Jaya, " jawab Djoko Tjandra.

"Apa termasuk ide terdakwa juga?, " tanya Jaksa lagi.

"Tidak, " tegas Djoko Tjandra.

In Picture: Djoko Tjandra Didakwa Menyuap 3 Aparat Negara Sebanyak 15 M

photo

Jaksa pun menanyakan kembali terkait tujuan pertemuan tanggal 19 November. Dalam dakwaan Pinangki disebutkan, bahwa pertemuan tersebut adalah untuk mematangkan rencana pengurusan fatwa MA yang sebelumnya dibahas pada 12 November 2019.

"Seperti yang saya katakan tanggal 12 November itu kami tidak berdiskusi lebih jauh, kecuali hanya berkenalan dan saya jelaskan mengenai duduk perkara. Tidak ada lebih dari itu," ujar Djoko Tjandra.

"Tapi di awal saya sudah tanyakan ke saudara waktu di penyidikan saudara tandatangani ini semua, saudara baca isinya, sudah benar. Mungkin saudara lupa. Karena BAP ini Agustus. Sekarang saudara katakan lupa. Bagaimana. Tapi itu tidak keterangan saudara ke penyidik saat itu?" cecar Jaksa.

"Majelis yang saya hormati saya lupa," jawab Djoko Tjandra.

"Tapi yang jelas waktu diperiksa saudara tidak dipaksa, tidak diancam?, " tanya Hakim.

"Tidak sama sekali, " jawab Djoko Tjandra.

Jaksa pun kembali menanyakan Djoko Tjandra apakah dalam pertemuan pada 12 November sudah ada kesepakatan biaya serta mekanisme yang harus dijalankan mendapatkan fatwa MA tersebut.

"Siapa yang memunculkan ide untuk mengurus fatwa MA tersebut guna menindaklanjuti putusan MK nomor 33 2016? Sudah dibahas belum biaya? " cecar Jaksa.

"Tidak, " jawab Djoko Tjandra.

"Kemudian siapa yang memunculkan ide mengurus fatwa MA?, " tanya Jaksa.

"Pada saat itu setelah tanggal 19 November Bu Anita dan juga intinya mengurus fatwa MA," jawabnya.

"Yang memunculkan ide itu siapa?," cecar Jaksa lagi.

"Secara konkret pada 25 November, " jawab Djoko Tjandra.

Mendengar jawaban Djoko Tjandra yang tak sesuai dengan pertanyaan, Jaksa kembali menekankan pertanyaan soal siapakah yang memunculkan ide pengurursan fatwa MA tersebut.

"Bukan tanggal, saya tanya, orangnya siapa?" tegas Jaksa.

"Andi Irfan Jaya dan Anita," jawab Djoko Tjandra.

Mendengar jawaban Djoko Tjandra, Jaksa pun merasa heran lantaran dalam BAP, Djoko Tjandra menyebut bahwa ide pengurusan fatwa MA berasal dari Rahmat dan Pinangki.

"Nah, di dalam BAP saudara nomor 8 ini yang memunculkan ide fatwa MA adalah Rahmat dan Pinangki, " tanya Jaksa.

"Tidak," jawab Djoko Tjandra.

"Lupa atau tidak?, " tanya Jaksa lagi.

"Tidak, " jawabnya.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement