REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdakwa suap-gratifikasi penghapusan red notice Irjen Napolen Bonaparte mengungkapkan Brigjen Prasetijo Utomo yang menyiapkan alat bukti penetapan tersangka. Di dalam eksepsi setebal 195 halaman, mantan Kadiv Hubinter Mabes Polri itu menuding, isteri Kakorwas Bareskrim Polri tersebut, menyerahkan uang 20 ribu dolar AS (Rp 281 juta), kepada Divisi Propam Polri saat penyidikan di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor).
“Bahwasanya uang 20 ribu dolar, adalah uang milik sah dari isteri Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Di mana ketika itu, Divisi Propam Polri meminta kepada Brigjen Pol Prasetijo Utomo agar menyiapkan barang bukti uang sejumlah 20 ribu dolar,” begitu dalam eksepsi Napoleon yang dibacakan pengacara Sentrawan Paparang di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada Senin (9/11).
Prasetijo, dalam kasus terkait red notice Djoko Tjandra ini, juga salah satu terdakwa yang diseret ke pengadilan. Dikatakan dalam eksepsi, cerita tentang Prasetijo yang menyediakan alat bukti untuk penetapan tersangka Napoleon terungkap, saat Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara dan tersangka kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), 16 Oktober.
Dalam proses tahap dua prapenuntutan tersebut, pengacara, Petrus Bala Patyona mengatakan, adanya permintaan dari Divisi Propam Polri kepada Prasetijo menyiapkan uang 20 ribu dolar. Petrus Patyona, tak lain merupakan pengacara Prasetijo.
Dikatakan, permintaan Divisi Propam itu, diteruskan Prasetijo kepada isterinya. Tak disebutkan nama dari si istri tersebut. Akan tetapi, dikatakan, Prasetijo menyurati sang istri, agar menyiapkan permintaan Divisi Propam tersebut.
“Mengingat karena Brigjen Prasetijo Utomo tidak memiliki uang, maka Brigjen Prasetijo, menulis sepotong surat kepada istrinya, dengan meminta uang sejumlah 20 ribu dolar,” begitu dalam eksepsi.
Namun, istri Prasetijo, dikatakan tak punya stok dolar senilai yang dimintakan. Maka, dikatakan, istri Prasetijo menukar sejumlah uang rupiah, ke dalam pecahan dolar sejumlah yang dimintakan Divisi Propam Polri. Penukaran tersebut, diungkap dalam eksepsi Napoleon, terjadi pada 16 Juli 2020.
In Picture: Djoko Tjandra Didakwa Menyuap 3 Aparat Negara Sebanyak 15 M
Dengan begitu, kata Napoleon dalam eksepsinya, penyidikan di Bareskrim Polri yang menetapakannya sebagai tersangka penerima suap-gratifikasi menjadi cacat hukum. Karena, kata dia, barang bukti yang dijadikan landasan penetapannya sebagai tersangka, merupakan rekayasa antara penyidik di Bareskrim, Propam, dan Prasetijo sebagai salah satu tersangka.
“Bahwa uang 20 ribu dolar yang oleh penyidik Bareskrim Polri dijadikan barang bukti dalam berkas perkara terdakwa Napoleon, cacat hukum, dan melawan hukum, dan batal demi hukum,” begitu eksepsi Napoleon.
Masih terkait bukti, Napoleon dalam eksepsinya pun mengungkapkan adanya rekayasa barang bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka. Yaitu, terkait rekaman CCTV Lantai 1 Gedung TNCC Mabes Polri. Rekaman tersebut, juga menjadi barang bukti video yang menguatkan dugaan transaksi pemberian uang terdakwa Tommy Sumardi kepada Napoleon. Tapi, dalam eksepsinya, Napoleon menegaskan, bukti CCTV Lanti 1 itu tak akurat.
Meski Napoleon mengakui, orang yang terekam dalam CCTV Lantai 1 tersebut adalah mirip Tommy dan Prasetijo. Tetapi, kata dia, barang bukti terkait penerimaan uang suap-gratifikasi semestinya menampilkan rekaman CCTV Lantai 11 yang menjadi tempat terjadinya tindak pidana.
“Bahwa barang bukti video CCTV di Lantai 1 lobi gedung TNCC Mabes Polri, tidak ada hubungannya secara langsung, maupun tidak langsung dengan Napoleon yang berkantor di Lantai 11,” begitu dalam eksepsi.
Atas keterlibatan istri Prasetijo, pihaknya belum berkomentar. Pengacara Petrus Patyona, saat dihubungi Republika, Senin (9/11) hanya mengungkapkan, kliennya tak perlu mengajukan eksepsi.
“Klien kami, Prasetijo Utomo, langsung pemeriksaan saksi-saksi hari ini (9/11),” terang dia.
Ketika ditanya terkait peran istri Prasetijo, Petrus menegaskan dirinya yang masih dalam pendampingan sidang untuk kliennya itu.
Diketahui, perkara suap-gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra, menyeret empat orang terdakwa. Selain Djoko, terdakwa lain yakni Napoleon, Prasetijo, Tommy Sumardi.
Dalam dakwaan disebutkan, Djoko Tjandra memberikan uang Rp 10 miliar dalam bentuk mata uang dolar AS dan Singapura kepada Tommy Sumardi. Uang tersebut, sebagai modal dari Djoko agar Tommy mencari cara menghapus status buronan Djoko Tjandra di Interpol dan Imigrasi.
Uang Rp 10 miliar tersebut, terungkap dalam dakwaan diberikan kepada Prasetijo senilai total 150 ribu dolar dalam bentuk pecahan dolar. Dan Napoleon, mendapatkan setotal Rp 7 miliar, dalam pecahan dolar AS dan Singapura yang diberikan bertahap. Djoko Tjandra, adalah terpidana korupsi Bank Bali 1999 yang sempat buron selama 11 tahun sejak putusan Mahkamah Agung (MA) 2009.