Jumat 09 Oct 2020 13:01 WIB

LBH Pers Catat 4 Kasus Kekerasan ke Jurnalis Saat Demo

Kekerasan ke jurnalis di luar Jakarta juga diduga terjadi saat demo UU Ciptaker.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Aksi vandalisme memenuhi salah satu bagian jalan di kawasan Thamrin pasca aksi tolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (8/10) malam. LBH Pers mencatat ada setidak empat kasus kekerasan oknum aparat ke jurnalis saat demo.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aksi vandalisme memenuhi salah satu bagian jalan di kawasan Thamrin pasca aksi tolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (8/10) malam. LBH Pers mencatat ada setidak empat kasus kekerasan oknum aparat ke jurnalis saat demo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin,

mengecam segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam demo menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Sejauh ini, LBH Pers mencatat sudah ada empat kasus kekerasan yang dialami jurnalis saat meliput demo UU kontroversial itu di Jakarta.

Baca Juga

"Kami mengecam segala bentuk kekerasan yang terjadi, baik itu kepada jurnalis maupun massa aksi lainya. Jurnalis sendiri merupakan pekerja yang seharusnya dilindungi berdasarkan UU Pers," ujar Ade melalui pesan singkat, Jumat (9/10).

Ade menyampaikan, hingga pagi tadi, pihaknya sudah mencatat ada empat kasus kekerasan terhadap jurnalis di Jakarta. Menurut dia, kekerasan terhadap jurnalis saat meliput demo UU Ciptaker juga banyak terjadi di luar Jakarta, tapi masih belum terdokumentasikan oleh LBH Pers.

"Di luar Jakarta banyak, tapi masih belum kita dokumentasikan karena masih fokus pendampingan. (Kekerasan itu berupa) penangkapan, penganiayaan dan perampasan alat kerja," kata dia.

Republika mencatat, seorang jurnalis media daring dan anggota pers mahasiswa dilaporkan hilang saat meliput aksi demo UU Ciptaker pada Kamis (8/10). Bukan hanya itu, seorang jurnalis juga mengalami penganiayaan dan perampasan alat peliputan.

Jurnalis Merahputih.com, Ponco Sulaksono dikabarkan menghilang. Terakhir diketahui, Ponco sedang meliput aksi di bilangan Tugu Tani, Gambir, Jakarta Pusat. Menurut kompartemen berita Merahputih.com, terakhir Ponco mengirim berita pukul 15.14 WIB.

Hingga Kamis (8/10) malam sekira pukul 23.00 WIB, kabar mengenai keberadaan Ponco masih belum diketahui. Rekan-rekan seprofesi telah mencoba berkoordinasi dengan jajaram Polda Metro Jaya hingga Polres terkait. Namun, keberadaan Ponco masih belum diketahui. Pagi ini dikabarkan Ponco berada di Polda Metro Jaya.

Sementara itu, penganiayaan, intimidasi, dan perampasan alat kerja terjadi pada jurnalis media daring, Suara.com. Premimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono, mengatakan, jurnalisnya yang bernama Peter Rotti, mengalami kekerasan dari aparat kepolisian saat meliput aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law Undang-undang Cipta Kerja di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (8/10).

Menurut dia, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 18.00 WIB, saat Peter merekam video aksi sejumlah oknum aparat kepolisian mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar halte Transjakarta Bank Indonesia. Ketika itu, Peter berdua dengan rekannya, yang juga videografer, yakni Adit Rianto S, melakukan live report via akun Youtube peristiwa aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law.

"Melihat Peter merekam aksi para polisi menganiaya peserta aksi dari kalangan mahasiswa, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya," papar Suwarjono dalam keterangan resmi Suara.

Kemudian, kata dia, disusul enam orang polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para oknum polisi itu meminta kamera Peter. Namun, Peter menolak sambil menjelaskan bahwa dirinya jurnalis yang sedang meliput.

Tak peduli dengan penjelasan Peter, para oknum polisi itu memaksa dan merampas kamera Peter. Seorang dari oknum polisi bahkan disebut sempat meminta memori kamera. Peter menolak dan menawarkan akan menghapus video aksi kekerasan aparat polisi terhadap seorang peserta aksi.

Para oknum polisi bersikukuh dan merampas kamera jurnalis video Suara.com tersebut. Peter yang menolak pun diseret sambil dipukul dan ditendang oleh segerombolan oknum polisi tersebut.

"Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar," kata Peter melalui sambungan telepon, sebagaimana disampaikan redaksi Suara.com.

Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu diambil apart. Namun, kameranya dikembalikan kepada Peter.

"Kamera saya akhirnya kembalikan, tetapi memorinya diambil sama mereka," ujarnya.

Peter mengalami memar di bagian muka dan tangannya akibat penganiayaan aparat kepolisian. Tak hanya itu, tiga anggota pers mahasiswa GEMA Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) juga dikabarkan hilang sejak pukul 11.45 WIB, ketika meliput demonstrasi tolak UU Cipta Kerja di Jakarta, Kamis (8/10).

Ketiganya yakni Ajeng Putri, Dharmajati, dan Muhammad Ahsan Zaki. Mereka terakhir mengabarkan posisi di sekitar Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Kemudian, anggota pers mahasiswa dari Pers Lima Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Amalia Azahra dan Syarifah Nuraini juga sempat dikabarkan hilang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement