REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Ali Mukartono mengatakan, Kejaksaan Agung menerima masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ali berharap segala masukan dapat menyempurnakan penyidikan yang dilakukan Kejakgung.
"Banyak hal dan masukan dari KPK dalam rangka penyempurnaan penanganan perkara ini untuk menjawab keragu-raguan dari sementara pihak kalau kita bisa mensinergikan penanganan perkara ini dengan baik. Kejaksaan telah mencatat beberapa hal masukan dari KPK dan itu akan menjadi catatan tersendiri dalam rangka penyempurnaan penanganan perkara itu," kata Ali Mukartono di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/9).
Sayangnya, Ali tidak membeberkan secara rinci masukan apa saja yang disampaikan pimpinan KPK. Ali hanya menegaskan, hasil penyidikan akan dibuka kepada publik saat proses persidangan nanti.
"Saya tidak bisa menyampaikan apa materinya, karena itu tunggu nanti di Pengadilan," katanya.
Ali juga menampik anggapan bila kasus Pinangki jalan di tempat lantaran tidak ada tersangka baru. Terlebih, jabatan Pinangki selaku Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung tak memiliki kewenangan untuk mengurus PK atau meminta fatwa ke MA.
Ali menegaskan, pihaknya menangani perkara berdasarkan alat bukti yang dimiliki, dan sejauh ini baru Pinangki, Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya yang dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
"Itulah sementara yang bisa dimintai pertanggungjawaban pada yang bersangkutan," katanya.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, gelar perkara tersebut merupakan bagian dari supervisi penanganan skandal Djoko Tjandra. Keputusan ambil alih perkara akan ditentukan dari supervisi yang saat ini dilakukan pihaknya.
"Tentang pengambilalihan itu setelah dilanjutkan supervisinya," kata Ghufron di Gedung KPK Jakarta, Jumat (11/9).
Ghufron menekankan, bahwa supervisi yang dilakukan KPK masih akan terus berjalan. Tak menutup kemungkinan akan dilakukan gelar perkara lagi oleh KPK.
"Sementara ini adalah gelar pertama. Sehingga kami masih menerima dan juga menerima laporan sejauh mana baik dari Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung hasil-hasil yang dia peroleh dari hasil penyidikan. Kami tidak kemudian memberi anu, kami hanya beri arahan saja," jealsnya.
Lebih lanjut Ghufron menjelaskan gelar perkara yang dilakukan KPK bersama Polri dan Kejakgung dilakukan secara terpisah agar pihaknya fokus melihat perkembangan penanganan perkara yang dilakukan Polri maupun Kejaksaan. Tak tertutup kemungkinan gelar perkara berikutnya akan dilakukan secara bersama-sama.
Terlebih KPK meyakini kasus dugaan suap penghapusan red notice yang menjerat mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte yang ditangani Bareskrim Polri terkait dengan kasus dugaan suap pengurusan PK dan permintaan fatwa dengan tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditangani Kejaksaan Agung.
"Kenapa dipisah, ya karena memang untuk memberikan kefokusan, ya kami pisah dulu. Kalau penyatuannya, nanti kami gelar bersama," katanya.
Dalam gelar perkara tadi, kata Ghufron, pihaknya mendengar penjelasan Kejaksaan Agung yang telah menjerat tiga tersangka, yakni Jaksa Pinangki, Djoko Tjandra dan pengusaha Andi Irfan Jaya. Selain itu, pimpinan KPK juga mempertanyakan sejumlah hal, termasuk mengenai inisial nama atau istilah yang mencuat, seperti 'Bapakku' dan 'Bapakmu' yang diduga dipergunakan Pinangki dan mantan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking terkait pengurusan fatwa ke MA.
"Jadi dalam menggelar kasus itu berdasarkan bukti yang telah diperoleh. Sementara rumor atau cerita-cerita di luar alat bukti juga kami pertanyakan, tapi karena kendalanya masih belum mendapatkan bukti ke sana. Maka memang belum sampe ke sana," katanya.
Ghufron mengatakan, pihaknya sejauh ini memahami kendala yang dihadapi Kejaksaan Agung dalam mengusut tuntas kasus Pinangki, termasuk mengenai pihak lain yang terlibat. Hal ini lantaran proses penanganan perkara harus berdasarkan alat bukti, bukan berdasar rumor.
"Sejauh ini kami masih memahami bahwa kasus itu kan tidak bisa berdasarkan media, rumor tapi berdasarkan alat bukti. Sementara yang diperoleh dalam proses penyidikan oleh kejaksaan memang dengan berbagai keterbatasannya tersangka sebagaimana disampaikan ada tiga orang tersebut," katanya.