Kamis 20 Aug 2020 20:28 WIB

Kejakgung Tegaskan tak Berikan Bantuan Hukum untuk Pinangki

Perbantuan hukum dari institusi penuntutan, akan memunculkan konflik kepentingan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Dokumen Perjalanan Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk perjalanan ke Kuala Lumpur pada 25 November 2019. (ilustrasi)
Foto: dok. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI)
Dokumen Perjalanan Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk perjalanan ke Kuala Lumpur pada 25 November 2019. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono memastikan tak ada bantuan hukum dari Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari. Perbantuan hukum dari institusi penuntutan, hanya akan memunculkan konflik kepentingan.

Jaksa Pinangki, kini dalam penyidikan di Gedung Bundar terkait dugaan penerimaan uang dan janji dalam skandal terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra.

Baca Juga

“Bukan Kejaksaan Agung yang memberikan pembelaan (bantuan hukum). Keliru. Nanti konflik kepentingan,” kata Ali, pada Kamis (20/8).

Ali menerangkan, yang dibolehkan memberikan perbantuan hukum adalah Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). Persatuan itu, merupakan organisasi profesi jaksa di seluruh Indonesia.

Akan tetapi, Ali menerangkan, meski PJI saat ini diketuai oleh Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, bukan berarti organisasi induk penuntutan tersebut boleh mengatasnamakan Kejakgung.

“Yang memberikan bantuan hukum itu PJI. Bukan Kejaksaan Agung. PJI itu organisasi profesi, bukan Kejaksaan Agung,” terang Ali.

Ali pun menerangkan, meski judulnya PJI memberikan bantuan hukum, tetapi perbantuan itu, tak masuk pada ranah beracara di persidangan. “Kan yang beracara di persidangan itu advokat (pengacara) yang sudah disumpah. Bukan PJI,” kata Ali.

PJI, kata dia cuma menjadi penghubung antara jaksa yang ditersangkakan dengan pengacara, atau PJI membantu mencarikan jaksa tersangka seorang pengacara. “Jadi PJI itu, hanya membantu mencari penasehat hukum. Kalau mau, dibantu dicarikan,” terang Ali.

Terkait perbantuan hukum oleh PJI tersebut, Ali pun mengatakan, organisasi induk para jaksa se-Tanah Air itu, sudah memutuskan untuk tak memberikan bantuan hukum terhadap Pinangki. Penolakan untuk tak memberikan bantuan hukum terhadap Pinangki itu, resmi disampaikan Ketua Umum PJI Setia Untung Arimuladi.

Dalam rilis resmi, Rabu (19/8), Setia menerangkan, peran PJI hanya memberikan bantuan hukum bagi jaksa yang terseret kasus hukum dalam menjalankan profesinya sebagai jaksa. Menurut Setia, kasus Pinangki, meski dilakukan oleh seorang jaksa, akan tetapi tak ada hubungannya dengan profesi jaksa.

Setia menegaskan, Pinangki, terjerat kasus dugaan korupsi yang murni akibat dari perbuatannya pribadi. “PJI tidak akan memberikan pembelaan dan bantuan hukum terhadap tersangka jaksa PSM (Pinangki Sirna Malasari). Mengingat perbuatan yang bersangkutan (tersangka Pinangki), bukan merupakan permasalahan hukum yang terkait dengan profesinya sebagai jaksa. Melainkan, telah masuk dalam ranah pidana,” kata Setia, Rabu (19/8).

Setia menambahkan, sebagai organisasi induk jaksa, pemberian bantuan hukum terhadap tersangka korupsi, akan merusak citra persatuan jaksa itu sendiri.

Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan uang senilai 500 ribu dolar Amerika, atau setara Rp 7 miliar dari terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra. Pinangki sudah ditahan sejak dua pekan lalu. Saat ini, kasusnya masih dalam proses penyidikan.

Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah menerangkan, pemberian uang tersebut, terkait pengurusan fatwa. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menambahkan, uang haram itu, terkait dengan rencana pengaturan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Meski sudah tersangka dan ditahan, Pinangki masih tetap sebagai pegawai Kejakgung. Akan tetapi, Kejakgung resmi mencopot jabatan struktural Pinangki selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejakgung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement