Selasa 28 Jul 2020 11:26 WIB

Menunggu Jenderal Lain Terseret Kasus Djoko Tjandra

Aksi jenderal pembantu Djoko Tjandra diduga bertujuan memperkaya diri.

Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Andri Putra Kusuma (kanan) saat menghadiri sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh buronan kasus korupsi Cassie Bank Bali, Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, (27/7). Sidang Peninjauan Kembali (PK) tersebut beragendakan mendengar pendapat jaksa atas permohonan Djoko Tjandra untuk menghadiri sidang melalui video telekonferensi. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Andri Putra Kusuma (kanan) saat menghadiri sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh buronan kasus korupsi Cassie Bank Bali, Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, (27/7). Sidang Peninjauan Kembali (PK) tersebut beragendakan mendengar pendapat jaksa atas permohonan Djoko Tjandra untuk menghadiri sidang melalui video telekonferensi. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Febrianto Adi Saputro

Skandal terkait buronan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra masih jauh dari selesai. Setelah penetapan satu tersangka jenderal, Mabes Polri menegaskan bukan tak mungkin akan ada nama-nama lain yang terseret.

Baca Juga

Jenderal pembantu Djoko Tjandra bisa jadi bukan satu-satunya tersangka. Kepala Bareskrim Polri Komjen Listiyo Sigit Prabowo menegaskan, penyidikan maksimal tim gabungan, tak bakal ragu menyeret nama-nama lain yang terlibat sebagai tersangka.

Saat ini kepolisian baru menetapkan Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai tersangka. “Tentunya akan ada tersangka-tersangka baru dalam kasus ini. Dan itu pasti akan kita rilis dalam jumpa pers berikutnya,” kata Komjen Listiyo di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (27/7).

Potensi adanya tersangka lain tersebut, kata Listiyo, pun tak cuma dalam penjeratan pidana umumnya saja. Sebab kata dia, Bareskrim mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap adanya dugaan memperkaya sendiri yang dilakukan para pembantu Djoko Tjandra selama masuk, dan berada di Indonesia.

Listiyo tak percaya, aksi para jenderal pembantu Djoko Tjandra dilakukan gratis tanpa maksud memperkaya diri sendiri. Karena itu, Bareskrim Polri membutuhkan peran KPK dalam menebalkan sangkaan praktik korupsi dalam skandal Djoko Tjandra tersebut.

“Kita juga sudah membuka lidik (penyidikan) baru, untuk melakukan tracing (penelusuran) aliran dana. Dan tentunya, nanti akan menyasar kepada siapa-siapa saja itu akan kita jelaskan kepada publik,” kata Listiyo menambahkan.

Bareskrim Polri baru menetapkan satu tersangka, yakni Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai tersangka dalam skandal buronan korupsi Djoko Tjandra, Senin (27/7). Penetapan tersangka tersebut, setelah penyidik gabungan di Mabes Polri, melakukan investigasi internal terkait dengan keterlibatan para penggawa kepolisian, dalam memberikan perlindungan terhadap buronan Djoko Tjandra. Semenjak kasus ini mencuat, Polri sebetulnya sudah mengantongi tiga nama perwira bintangnya yang terlibat.

Selain Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Mabes Polri juga sebelumnya mengusut keterlibatan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, serta Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Nama-nama tersebut, sejak pekan lalu sudah dicopot dari jabatannya di struktural kepolisian.

Akan tetapi, kata Listiyo, Polri belum perlu melakukan pemecatan sebagai anggota. Sebab kata dia, pemecatan keanggotan harus menunggu keputusan hukum dari sangkaan pidana yang dituduhkan.

Terkait dengan tersangka Prasetijo Utomo, sementara ini Bareskrim Polri menjerat dengan pasal berlapis dalam tuduhan. Yaitu, Pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 E KUH Pidana, serta Pasal 426 ayat 1 KUH Pidana, dan atau Pasal 221 ayat 1 ke-2 KUH Pidana.

“Ancamannya enam tahun penjara,” tegas Listiyo. Penerapan pasal-pasal tersebut, kata Listiyo menyangkut tentang konstruksi perbuatan yang dilakukan tersangka Prasetijo Utomo, terkait dengan perannya memberikan perlindungan terhadap Djoko Tjandra.

Penyidik, kata Listiyo, meyakini tersangka Prasetijo Utomo sebagai perwira tinggi di kepolisian yang membuat surat jalan, dan rekomendasi kesehatan palsu dari Pusdokkes Polri. Surat-surat tersebut, dibikin untuk digunakan Djoko Tjandra selama buron di Indonesia.

Selain itu, tersangka Prasetijo Utomo, juga dianggap menciderai perannya sebagai aparat penegak hukum berpangkat tinggi, yang memberikan perlindungan terhadap seorang terpidana, dan buronan Djoko Tjandra.

Dari gelar perkara terhadap tersangka, kata Listiyo penyidikan di Bareskrim Polri, juga menemukan adanya aksi penghilangan barang-barang bukti penyidikan yang dilakukan oleh Prasetijo Utomo. Yaitu berupa perintah untuk membakar sura-surat jalan, dan dokumentasi kesehatan palsu.

Listiyo meyakinkan, penyidikan internal kepolisian dalam skandal Djoko Tjandra akan terus melakukan pengusutan. Listiyo pun meyakini, tersangka Prasetijo bukan aktor tunggal dalam skandal tersebut.

Kata Listiyo, bakal ada tersangka-tersangka lainnya yang diduga kuat terlibat. “Dan itu pasti akan kita rilis selanjutnya,” terang dia.

photo
Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking usai menjalani pemeriksaan di gedung Jaksa Agung Muda Bidang pengawasan (JAMWAS), Jakarta, Senin (27/7). Pemeriksaan tersebut untuk mengkonfirmasi terkait adanya pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Kemarin juga, pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking menghadiri pemeriksaan di Kejakgung. Anita mengatakan akan mengikuti proses penyelidikan dari Kejakgung dan Bareskrim Polri terkait dengan keterlibatannya dalam skandal Djoko Tjandra.

“Tidak apa-apa (pencekalan). Itu kan dalam rangka pemeriksaan. Wajar kok. Nggak ada yang aneh bagi saya,” kata Anita saat dijumpai di Komplek Kejakgung, Jakarta, Senin (27/7). Anita mendatangi Kejakgung  sebagai terperiksa terkait dengan dugaan pengaturan persidangan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

Pemeriksaan tersebut, buntut dari beredarnya video pertemuan Anita dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel Nanang Supriatna, bersama sejumlah pejabat di kejaksaan lainnya. Anita juga dikabarkan melakukan pertemuan dengan sejumlah jaksa senior di Kejakgung.

Anita mengakui, adanya pertemuan itu. Anita mengungkapkan, dua kali ia melakukan pertemuan. Pada 17 dan 23 Juni 2020.

Tetapi, ia menjelaskan, pertemuannya dengan Kepala Kejari Jaksel, pun bersama sejumlah jaksa senior di Kejakgung, sebagai  pertemuan yang lumrah.

“Pak Nanang itu teman, sebagai mitra. Beliau jaksa, dan saya berprofesi sebagai advokat. Pertemuan kami, biasa saja. Saya menanyakan soal jadwal sidang. Ini tidak seperti yang diberitakan lobi-lobi. Itu apa sih?,” kata dia.

Selain diperiksa di Kejakgung, nama Anita juga masuk dalam daftar orang yang diperiksa di Bareskrim Polri. Kepolisian, memasukkan nama Anita ke dalam daftar cegah ke luar negeri. Pencegahan tersebut, bagian penyidikan yang dilakukan

Sementara itu, Komisi III DPR menjadwalkan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mitra komisi III terkait kasus Djoko Tjandra bulan Agustus. Masa reses menghalangi rencana RDP terkait Djoko Tjandra.

"Tidak boleh ada rapat pengawasan di masa reses. Komisi III akan kembali menjadwalkan (RDP) pada Agustus," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menjelaskan Pasal 1 Ayat 13 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib berbunyi, 'Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar Gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja'.

Sementara itu, ia membenarkan, ada usulan di internal Komisi III terkait pembentukan panitia khusus (pansus) kasus Djoko Tjandra. Ia mengatakan usulan tersebut akan dibahas usai reses yang akan berakhir 13 Agustus 2020 mendatang.

"Nanti akan kita bahas di rapim Agustus yang akan datang," ucapnya.

Djoko Tjandra adalah buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Djoko yang warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.

Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.

Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.

Keberadaan Djoko di Indonesia kembali terkuak saat ia mengajukan Peninjauan Kembali kasusnya di PN Jaksel pertengahan Juni 2020. Dari situ diketahui sang buron telah memiliki KTP-el yang diterbitkan Kelurahan Grogol Selatan dan juga memiliki paspor WNI.

Djoko diduga bisa kembali keluar dari Indonesia menggunakan surat jalan yang membuatnya bisa terbang dari Jakarta ke Kalimantan. Sejak saat itu Djoko tidak lagi kelihatan jejaknya di Tanah Air.

Dalam empat kali persidangan PK yang diajukannya, Djoko tidak pernah hadir. Padahal ia adalah pemohon PK tersebut.

Mangkirnya Djoko Tjandra atas PK ajuannya sendiri, jaksa nilai sebagai sikap merendahkan hukum, dan penghinaan terhadap pengadilan Indonesia. Ketidakhadiran Djoko Tjandra dengan alasan sakit, dan dalam perawatan kesehatan, pun tak dapat diterima. Tim jaksa menegaskan, tak ada bukti yang diajukan Djoko Tjandra, ataupun tim kuasa hukumnya, tentang kondisi kesehatan buronan tersebut.

Majelis Hakim belum mengambil keputusan apakah menolak atau menerima upaya hukum luar biasa ajuan Djoko. Tim jaksa termohon tidak mau menandatangani berkas acara persidangan.

Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi dalam sidang ke-4 PK mengatakan, menjadi hak jaksa termohon tak mau menandatangani berita acara persidangan. Namun, terang dia, majelis hakim pada kesimpulan untuk bermusyawarah, sebelum memutuskan menolak, atau memilih untuk meneruskan PK Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung (MA).

“Jadi bagaimana proses selanjutnya, Majelis Hakim berpendapat kita mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” begitu kata Nazar di persidangan, Senin (27/7).

photo
Pejabat Publik Korban Djoko Tjandra - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement