Selasa 02 Jun 2020 18:53 WIB

Deputi KPK Ungkap Cara Meringkus Nurhadi

Nurhadi dan menantunya tidak melawan ketika ditangkap KPK.

Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp 46 miliar, Nurhadi (tiga kiri) dan Riesky Herbiyono (kanan) dengan menggunakan rompi tahanan berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6). KPK menangkap Nurhadi yang merupakan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) dan menantunya, Riezky Herbiyono di Simprug, Jakarta Selatan pada Senin (1/6) malam setelah buron sejak hampir empat bulan lalu
Foto: Prayogi/Republika
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp 46 miliar, Nurhadi (tiga kiri) dan Riesky Herbiyono (kanan) dengan menggunakan rompi tahanan berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6). KPK menangkap Nurhadi yang merupakan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) dan menantunya, Riezky Herbiyono di Simprug, Jakarta Selatan pada Senin (1/6) malam setelah buron sejak hampir empat bulan lalu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Penindakan KPK, Karyoto, mengungkap cara meringkus dua tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016. Mereka adalah mantan Sekretaris MA, Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono (RHE).

"Perlu saya sedikit jelaskan tentang bagaimana caranya DPO (Daftar Pencarian Orang) ini bisa kami ringkus. Tentunya secara teknis tentu kami tidak akan buka secara detil pada masyarakat, yang jelas semua informasi itu punya arti dan punya harga," kata Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6).

Baca Juga

Ia mengatakan KPK mempunyai cara untuk mengolah informasi terkait keberadaan dua tersangka itu. Informasi yang kemudian ditelusuri di lapangan.

"Kami punya cara untuk mengolah informasi itu dan dicocokkan dengan beberapa informasi yang sudah ada dan tentunya di lapangan juga dicek. Antara data masuk, informasi masuk kita olah kemudian kita cocokkan di lapangan. Kebetulan pas sehingga pencarian itu pas saatnya ditemukan," katanya.

Ia pun mengungkapkan dua tersangka itu tidak kabur saat hendak ditangkap. "Kemudian masalah dia berusaha kabur atau tidak, tidak ada. Kalau dia berusaha kabur pasti di jalanan ada semacam "crash". Masih ditangkap di rumah," kata Karyoto.

Soal lokasi penangkapan, kata dia, juga tidak terlepas dari informasi yang diberikan masyarakat.

"Tentang lokasi, tentunya kalau orang ini hidup bergerak, dia akan mencari tempat yang menurut mereka lebih aman tetapi kembali lagi pada masyarakat yang betul-betul peduli ada keinginan untuk membantu penegak hukum sehingga setidaknya berani menginformasikan adalah langkah yang sangat maju dan positif bagi masyarakat dalam membantu aparat penegak hukum," kata dia.

Ia pun mengapresiasi upaya kerja keras dari tim yang bertugas menangkap dua tersangka tersebut.

"Setelah diolah, tadi malam membuahkan hasil dan tentunya kembali bahwa ini adalah upaya kerja keras dari anggota-anggota kami, semua bagian bukan hanya didukung oleh tim pendukung, pemantauan kemudian juga bagian IT semua turun," kata Karyoto.

Sebelumnya, dua tersangka itu ditangkap di salah satu rumah di Jakarta Selatan, Senin (1/6) malam setelah ditetapkan dalam status DPO sejak Februari 2020. Selain Nurhadi dan Rezky, tersangka lain dalam kasus itu, yakni Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, sampai saat ini belum tertangkap. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Desember 2019.

Mertua dan menantu itu ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement