Kamis 16 Jan 2020 20:40 WIB

Tawarkan Opsi Tentang Iuran JKN, Kemenkes Dinilai Offside

Penyesuaian iuran JKN-KIS diharapkan menimbulkan keseimbangan baru.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Penyesuaian iuran JKN-KIS diharapkan menimbulkan keseimbangan baru. Suasana pelayanan Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, (ilustrasi).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Penyesuaian iuran JKN-KIS diharapkan menimbulkan keseimbangan baru. Suasana pelayanan Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Asuransi Sosial Chazali Situmorang menilai tiga alternatif mengenai iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang ditawarkan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto beberapa waktu lalu offside. Sebab, tiga alternatif itu tidak memiliki dasar hukum.

Ia menjelaskan, tawaran usulan alternatif itu dari pihak pemerintah yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes). "Saya ingat ada tiga alternatif iuran JKN-KIS yang diucapkan Menkes yang merupakan pihak pemerintah dan DPR menangkap usulan itu kemudian baru memberikan rekomendasi. Padahal Kemenkes sudah offside karena menawarkan tiga alternatif yang tidak memiliki dasar hukum," ujarnya saat berbicara dalam Ngopi Bareng JKN, di Jakarta, Rabu (15/1) lalu.

Baca Juga

Jadi, dia menambahkan, jika anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperdebatkan kenaikan iuran JKN-KIS dan masih ingin meminta rekomendasi anggota parlemen diterapkan maka ia mengusulkan bisa membicarakannya di tingkat atas. Artinya, dia menambahkan, pihak DPR bisa melaporkan hal ini ke pimpinan DPR dan ini kemudian menjadi urusan pimpinan DPR. Sedangkan Kemenkes dan BPJS Kesehatan juga melaporkan permasalahan ini kepada presiden.

"Kemudian biar ada pertemuan tingkat tinggi antara presiden dengan DPR. Saya pikir kalau langkah itu dilakukan maka tidak ada yang kehilangan muka," ujarnya.

Lebih lanjut, ia berharap presiden jangan menurunkan iuran JKN-KIS. Sebab, ia menyebutkan penyesuaian iuran JKN-KIS diharapkan menimbulkan keseimbangan baru.

Di tempat yang sama Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Universitas Andalas Feri Amsari memberi masukan BPJS Kesehatan bisa membangun kajian yang memperjelas kealpaan yang direkomendasikan DPR.

"Sehingga kalau datang memenuhi hak interpelasi DPR, BPJS Kesehatan sebaiknya membawa kajian. Teman-teman yang jago dalam keuangan negara, peraturan perundang-undangan, administrasi negara bisa dimanfaatkan untuk menjelaskan apa yang direkomendasikan DPR bermasalah," ujarnya.

Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto memberikan tiga alternatif mengenai iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Terawan menyebutkan alernatif pertama adalah usul pemberian subsidi pemerintah atas selisih kenaikan iuran JKN pada peserta Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III. Opsi kedua, dia melanjutkan, pemerintah bisa memanfaatkan profit atas klaim rasio peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang diproyeksikan pada tahun berikutnya, akan ada profit akibat kenaikan iuran JKN berdasarkan peraturan presiden (perpres) 75 Tahun 2019.

Menurut dia, profit ini akan digunakan untuk menutupi iuran peserta PBPU dan BP Kelas III. Lalu pilihan terakhir, ia menyebutkan Kementerian Sosial (Kemensos) sedang melakukan perbaikan kualitas data penerima bantuan iuran (PBI) sekaligus mengintegrasikan data PBI dengan dengan Data Terpadu Program Kesejahteraan Sosial (DTKS). Kemudian, pemerintah dan DPR sepakat untuk mengambil alternatif kedua. Kemudian Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk mengambil opsi kedua sebagai solusi atas iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Opsi ini diambil menyusul keputusan pemerintah menaikkan iuran JKN-KIS per 1 Januari 2020.

"Itu saja, kemudian BPJS Kesehatan menyepakati alternatif (kedua) itu dan kami sepakat untuk didorong," Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto saat ditemui wartawan usai rapat dengan Komisi IX DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, di Jakarta, Jumat (13/12).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement