Senin 13 Jan 2020 18:17 WIB

Demo DPR, Buruh Tolak Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja

Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja dikhawatirkan akan merugikan kaum buruh.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Sejumlah Serikat buruh menggelar aksi demo Rancangan Undang - Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Senin (13/1).
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Sejumlah Serikat buruh menggelar aksi demo Rancangan Undang - Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Senin (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan buruh dari berbagai serikat menggelar demonstrasi di DPR RI terkait wacana penyusunan Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja pada Senin (13/1). Mereka khawatir UU tersebut justru merugikan kaum buruh.

Para buruh berkumpul di depan Kompleks Parlemen RI, Jalan Gatot Subroto sejak Senin siang. Melalui sejumlah komando, mereka pun menyuarakan kekhawatiran mereka atas ancaman Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja terhadap kaum buruh. Mereka menyebut RUU tersebut RUU 'Cilaka', yang artinya celaka dalam Bahasa Indonesia.

Baca Juga

Perwakilan sejumlah serikat buruh pun dipersilakan untuk menemui Badan Legislasi DPR RI. Nining Elitos dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menyatakan, pihaknya menolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja

"Kami menolak Omnibus Law dan rancangan RUU Cilaka. Pertama dalam bagaimana hari ini ramah dengan investasi dan mengorbankan hak dasar rakyat, padahal negara melalui pemerintah harusnya menjamin kebebasan berdemokrasi bagi rakyatnya," ujar Nining, Senin (13/1).

Mereka khawatir, RUU Cilaka masih menggunakan dara RUU Ketenagakerjaan, yang pada periode sebelumnya mendapat penolakan. Setidaknya, ada sejumlah yang ditekankan Serikat buruh dalam protes yang mereka gelar terkait UU Cilaka, apabika dasar penyusunan RUU tersebut didasarkan pada RUU Ketenagakerjaan yang ditolak.

RUU Cilaka dikhawatirkan akan mempermudah PHK Massal dengan adanya isu penghapusan pesangon dan membuat pekerja tak memiliki posisi tawar. Lalu, status karyawan tetap menjadi mimpi dengan adanya konsep mudah merekrut dan memecat (pasar kerja fleksibel) di RUU Cilaka didukung dengan rencana mengizinkan outsourcing dan kontrak di sebanyak mungkin bidang tanpa batasan waktu.

Kemudian, Penghapusan Pidana Ketenagakerjaan dikhawatirkan akan membuat pengusaha Bebas Menindas. RUU Cilaka juga dikhawatirkan rentan Diskriminasi karena aturan pekerja asing akan dipermudah. Perusahaan asing bisa jadi lebih suka rekrut dan memberi penghargaan pada rekan senegara. Tanpa adanya sanksi pidana, pengusaha akan ogah membayarkan dan mendaftarkan karyawan pada BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Ilhamsyah dari KPBI (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia) mempermasalahkan, proses dalam Omnibus Law yang digagas ini dinilai tidak demokratis. Organisasi buruh merasa tidak pernah mendapatkan draf secara terbuka dari pemerintah yg punya inisiatif untuk merevisi UU Ketenagakerjaan.

"Yang kita dapatkan cuma statement-statement dari beberapa menteri. Mendag, mendustri mengatakan upah nanti akan diganti dengan upah kerja. Pesangon akan dihilangkan dan diganti asuransi. Kita hanya mendapatkan info-info yang seleberan," ujar dia.

Ilhamsyah juga menyatakan, serikat buruh tidak pernah diajak berunding dalam pembahasan RUU. Menurut dia, buruh sebagai satu komponen yang terdampak langsung harusnya diajak untuk berunding.

Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, Supratman Andi Agtas menyatakan DPR, masih belum menerima konsep RUU Cipta Lapangan Kerja. RUU tersebut merupakan usulan pemerintah.

"Kalau pemerintah sudah mengirim, saya bisa pastikan bahwa pasti akan melibatkan teman teman organisasi buruh dalam proses pembahasan. Pasti kita akan meminta masukan," kata Supratman.

Politikus Gerindra itu pun meminta para Serikat buruh tidak khawatir. Ia berjanji, DPR akan menerima masukan para buruh dan mengupayakan kesejahteraan buruh dalam penyusunan RUU. "Teman teman di DPR juga punya keinginan yang sama bahwa gimana menciptakan keseimbangan antara buruh dan juga pengusaha," ujar Politikus Gerindra itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement