Senin 13 Jan 2020 15:17 WIB

Istana: Beri Kesempatan Dewas dan KPK Jalankan UU yang Baru

UU KPK yang baru dinilai membuat gerak komisi antirasuah itu menjadi lambat.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelia memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelia memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Lambannya gerak KPK dalam menggeledah sejumlah lokasi dinilai karena terhambat oleh UU KPK yang baru. Salah satunya saat tim KPK ingin masuk ke kantor DPP PDIP untuk membuat garis penyegelan.

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman meminta agar masyarakat memberikan kesempatan kepada lembaga terkait baik Dewan Pengawas dan juga KPK untuk menjalankan undang-undang KPK yang baru hasil revisi itu.

Baca Juga

"Kita lihat saja, kita serahkan kepada Dewas KPK kepada pimpinan KPK yang sekarang. Beri kesempatan pada mereka untuk menjalankan undang-undang tersebut,” ujar Fadjroel di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (13/1).

Ia mengatakan, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK merupakan UU yang berlaku di pemerintahan saat ini. Undang-Undang yang sekarang adalah undang-undang berdasarkan politik hukum pemerintahan Jokowi, dan menghormati hukum positif yang ada. "Kami hanya menjalankan apa yang menjadi undang-undang yang terbaru yaitu UU 19 tahun 2019 tentang KPK,” ucapnya.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo tak buang badan dalam menanggapi lambatnya kerja lembaga antirasuah lantaran UU KPK yang baru. Menurut ICW, KPK terhambat dalam melakukan penyidikan di perkara terbarunya yakni  kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

"Kami mendesak Presiden Joko Widodo agar tidak buang badan saat kondisi KPK yang semakin lemah akibat berlakunya UU KPK baru. Penerbitan PERPPU harus menjadi prioritas utama dari Presiden untuk menyelamatkan KPK," tegas Peneliti ICW, Kurnia Ramadhani, dalam keterangannya, Ahad (12/1).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement