REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI periode 2010-2014 Profesor Emil Salim menilai usulan terkait masa jabatan presiden menjadi tiga periode berarti sama saja kembali ke masa pra-reformasi. "Kita mengadakan reformasi itu salah satunya untuk menghindari supaya masa kerja presiden itu tidak seolah-olah panjang atau lama," kata dia di Jakarta, Selasa (3/12).
Kemudian, hasil dari reformasi ialah adanya kesepakatan terkait masa jabatan presiden maksimal dua periode atau 10 tahun. Tujuannya, menegakkan demokrasi di Indonesia, dan hal itulah yang dipegang serta dijalankan hingga saat ini.
"Jadi kalau ada yang mau kembali ke masa contohnya tiga periode jabatan presiden, itu kan namanya mau kembali ke masa sebelum reformasi," ucapnya.
Usulan tersebut, menurutnya, merupakan masukan yang keliru serta dianggap mengingkari semangat dari reformasi itu sendiri. Namun, ia mengaku senang dan setuju dengan adanya penolakan tegas dari Presiden Jokowi atas usulan masa jabatan presiden tiga periode itu.
Presiden Joko Widodo dalam acara diskusi dengan wartawan istana kepresidenan di Istana Merdeka Jakarta mengatakan pihak-pihak yang mengusulkan amendemen UUD 1945 dengan mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode hanya ingin mencari muka. "Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. (Mereka yang usul) itu, satu ingin menampar muka saya, kedua ingin mencari muka, ketiga ingin menjerumuskan, itu saja," ujarnya menegaskan.
Usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode muncul setelah adanya rekomendasi MPR periode 2014-2019 mengamendemen UUD 1945. Namun, awalnya rekomendasi tersebut hanya sebatas soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN).