REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri ingin agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kembali menjadi lembaga tertinggi negara. MPR, menurut Mega, harus dijadikan sebagai fasilitas untuk berembuk tentang masalah kebangsaan.
Berdasarkan istilah, Megawati mengatakan, semestinya lembaga yang bernama 'majelis' berada lebih atas dari 'dewan'. Selain itu, menurutnya, MPR sebagai lembaga tertinggi pun diperlukan jika ada poin-poin di dalam konstitusi yang perlu diamandemen.
"Kalau udah bikin aturan itu konsekuen, gitu. Seperti MPR diturunkan, kalau ada persoalan yang harus amandemen, lah bagaimana," kata Megawati saat pidato kebangsaan dalam Mukernas Partai Perindo di Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Menurutnya, keberadaan MPR sudah dirancang dan dibentuk oleh para pendiri bangsa. Dia mengaku sudah mengajak partai-partai lainnya untuk memikirkan kembali untuk memosisikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara.
"MPR mbok ya jadikan tertinggi untuk rembuknya masalah kebangsaan, bukan yang cere-cere, tapi nggak ada yang mau, partai-partai nggak mau, ya sudah," kata dia.
Selain itu, dia pun menceritakan bahwa ayahnya, yakni Presiden Ke-1 Republik Indonesia Soekarno telah mempelajari berbagai ilmu tentang ideologi politik, termasuk mempelajari Marxisme dan Leninisme. Hal itu pun, kata dia, dipelajari oleh para pendiri bangsa lainnya yakni Muhammad Hatta dan Sutan Sjahrir.
Setelah memahami politik, Megawati mengaku memiliki pemahaman Marhaenisme yang merupakan Sosialisme ala bangsa Indonesia. Namun, saat ini, dia menilai bangsa Indonesia tidak memiliki arah yang jelas secara ideologis.
"Pancasila nggak dijalankan secara konsekuen, Nasionalismenya juga nggak ngerti saya, jadi maunya apa kita, ayo kita rembuk," katanya.