Selasa 15 Oct 2019 19:45 WIB

Pengamat: Amendemen UUD Jadi Daya Tawar Kursi Menteri

Pengamat meyakini susunan kabinet Jokowi-Amin sampai saat ini masih belum rampung.

Rep: Febryan A/ Red: Ratna Puspita
Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyar usai diskusi Perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyar usai diskusi Perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Usep S Ahyar menilai, manuver politik sejumlah ketua umum partai politik menjelang pelantikan presiden merupakan upaya meningkatkan daya tawar guna mendapatkan kursi di kabinet. Salah satu objek meningkatkan daya tawar tersebut yakni sikap terkait amendemen UUD 1945.

"Tetap yang pokok itu (bagi partai) adalah kursi di kabinet yang akan segera diumumkan. Sedangkan amendemen tidak harus dilakukan segera, masih ada banyak waktu. Apalagi soal amendemen secara terbatas atau menyeluruh itu hanya isu elite saja," kata Usep ketika dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Selasa (15/10).

Baca Juga

Karena itu, Usep berpendapat, isu amendemen hanya menjadi salah satu faktor dalam mereposisi dan meningkatkan daya tawar kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Menurut Usep, semua manuver itu tak hanya menentukan jatah kursi di kabinet, tetapi juga posisi partai, yakni beroposisi atau mendukung pemerintah.

"Nasdem dan Gerindra harus dibaca juga sebagai posisi tawar, mereposisi dalam hal ini," kata direktur riset Populi Center itu.

Ia menilai, Presiden Jokowi juga sedang melakukan hal yang sama, yakni lobi-lobi politik untuk memastikan susunan kabinet yang akan diumumkan usai pelantikan 20 Oktober 2019. Usep meyakini susunan kabinet Jokowi-Amin sampai saat ini masih belum rampung.

Ia menambahkan, semua lobi yang terjadi jelang tanggal 20 Oktober atau enam hari lagi akan jadi penentu. "Walaupun sudah ada, tapi bisa berubah jelang last minute," kata Usep.

Di lain sisi, Usep mengatakan, PDIP dan Golkar tampak sudah bersepakat untuk melakukan amandemen terbatas. Keduanya juga dinilai tak lagi gencar melakukan manuver politik untuk meningkatkan daya tawar dalam mendapatkan kursi di kabibet.

Sikap dua partai yang cenderung tenang, menurut Usep, karena PDIP adalah partai pengusung Jokowi dan juga partai pemenang pemilu, sedangkan Golkar mendapatkan jabatan ketua MPR RI. Terlebih, Golkar juga adalah partai pendukung Jokowi sejak awal dan juga menjadi partai pemenang ketiga pemilu.

"Golkar dapat kursi ketua MPR itu saya kira tak terlepas dari dukungan PDIP juga. Saya kira itu mereka dalam beberapa hal bersepakat (terlebih dahulu), termasuk dalam soal amandemen," ujar Usep.

Pada Ahad (13/10) atau tujuh hari menjelang pelantikan presiden, isu amendemen menyeluruh kembali muncul. Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersepakat untuk melakukan amendemen UUD 1945 secara menyeluruh.

Artinya, perubahan tak hanya soal kewenangan MPR. Amendemen juga dimungkinkan membahas hal pokok lain seperti pemilu serentak ataupun mekanisme pemilihan presiden.

Sebelumnya, PDIP telah menyatakan keinginan untuk melakukan amendemen UUD 1945 secara terbatas, yakni menambah kewenangan MPR untuk menetapkan haluan negara. Pada Senin (14/10) di Istana Negara, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menjelaskan perihal amendemen terbatas dan mekanisme pemilihan presiden akan tetap secara langsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement