Kamis 26 Sep 2019 08:38 WIB

Polisi Dituding Gunakan Gas Air Mata Berbahaya

Reaksi rasa sakit yang ditimbulkan bisa bertahan selama 48 jam.

Situasi aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI pukul 16.58 WIB. Polisi terus memukul mundur mahasiswa dengan menggunakan gas air mata.
Foto: Republika/Prayogi
Situasi aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI pukul 16.58 WIB. Polisi terus memukul mundur mahasiswa dengan menggunakan gas air mata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Aliansi Masyarakat untuk Keadilan (AMUK), Irene Wardani, mengatakan, polisi diduga melanggar prosedur operasional standar (POS) saat menangani massa mahasiswa yang berdemonstrasi pada Selasa (24/9). AMUK akan melaporkan pelanggaran tersebut setelah melengkapi bukti di lapangan.  

Irene mengungkapkan, para mahasiswa yang saat ini dirawat di rumah sakit rata-rata mengalami patah tulang atau luka bocor di kepala. Kemudian, mereka juga mengalami shock karena polisi tidak henti-hentinya menembakkan gas air mata.

Menurut Irene, jika polisi ingin menghalau massa mahasiswa, mereka cukup menggunakan water cannon. "Kenapa tiba-tiba memakai gas air mata? Ketika massa sudah mundur, ditembak lagi pakai gas air mata, kemudian masih dikejar lagi. Padahal, gas air mata itu diduga penuh zat kimia berbahaya," kata Irene di kantor LBH, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.  

Irene mengaku, pihaknya menemukan fakta gas air mata itu mengandung zat kimia berbahaya karena sudah kedaluwarsa. Berdasarkan pengecekan, gas air mata itu mengandung dua zat kimia berbahaya, yakni sianida dan fosgena. Karena sudah kedaluwarsa, ada perubahan reaksi zat kimia tersebut ketika ditembakkan kepada massa. Reaksi rasa sakit yang ditimbulkan bisa bertahan selama 48 jam.  

Meski demikian, Irene mengatakan, pihaknya akan mengklarifikasi hal ini kepada ahli terlebih dahulu. Tujuannya supaya menegaskan adanya kesalahan dalam penggunaan gas air mata yang berbahaya itu.

"Kami butuh statement dari ahli juga yang akan kami jadikan desakan kepada kepolisian bahwa mereka menggunakan prosedur melanggar SOP, yakni melakukan tindakan represif juga menggunakan zat kimia berbahaya yang terindikasi dari selongsong gas air mata yang kedaluwarsa," kata Irene.  

photo
Kerusuhan terjadi saat ribuan massa yang berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Solo memaksa masuk ke halaman Gedung DPRD, Selasa (24/9) siang. Massa melempari aparat kepolisian dengan batu kemudian aparat kepolisian menembakkan gas air mata kepada ribuan massa.

Polda Metro Jaya membantah penggunaan gas berbahaya tersebut. "Polisi gunakan gas air mata yang masih standar (bukan kedaluwarsa)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono saat dikonfirmasi, kemarin.

Soal bantahan polisi ini, Irene menegaskan akan menunjukkan langsung kepada mereka. "Kami akan tunjukkan ke pak polisi. Kami akan kumpulkan semua bukti dulu. Tapi, laporan akan kami lakukan secepatnya," kata dia.

Aksi demo mahasiswa di depan DPR pada Selasa (24/9) berakhir ricuh. Polisi mengeluarkan tembakan gas air mata beberapa kali ke arah massa. Polisi mencatat, sebanyak 265 mahasiswa menjadi korban luka-luka. Sementara itu, di pihak polisi ada 39 personel. n dian erika nugraheny/flori sidebang, ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement