Kamis 12 Sep 2019 18:20 WIB

Kabupaten Semarang Perangi Stunting dan Penyakit Kaki Gajah

Pemerintah Kabupaten Semarang menyebut angka stunting diwilayahnya masih rendah

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas Kesehatan Puskesmas melakukan pemeriksaan stunting anak meliputi status gizi, berat badan dan tinggi badan (ilustrasi)
Foto: Antara/Rahmad
Petugas Kesehatan Puskesmas melakukan pemeriksaan stunting anak meliputi status gizi, berat badan dan tinggi badan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Semarang terus berupaya menekan angka penderita stunting serta penderita penyakit kaki gajah. Hal ini menjadi bagian program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang dalam mendorong kesejahteraan masyarakat di daerahnya.

Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Semarang Hesty Wulandari mengungkapkan, angka kasus goyah pertumbuhan karena kekurangan gizi kronis atau stunting di Kabupaten Semarang memang terhitung rendah persentasenya.

Data Dinkes kabupaten Semarang, angka penderita stunting di daerahnya tercatat sebanyak 4.431 atau 6,15 persen dari jumlah penduduk. Kendati begitu, kondisi ini tidak bisa dianggap sebelah mata atau bahkan diabaikan. “Walaupun secara persentase termasuk rendah, secara jiwa masih mencapai ribuan,” ungkapnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (12/9).

Maka, jelas Hesty, langkah-langkah pencegahan terus didorong oleh Dinkes Kabupaten Semarang agar jumlah tersebut bisa ditekan. Pemkab Semarang telah mencanangkan gerakan untuk melawan stunting dan berbagai gerakan sehat lainnya, di seluruh wilayah kabupaten Semarang.

Secara konkrit, salah satu cara yang diupayakan oleh Dinkes Kabupaten Semarang dalam gerakan melawan stunting adalah dengan membagikan ribuan pil penambah darah kepada para siswi sekolah menengah pertama (SMP) negeri yang ada di wilayah (19 kecamatan) yang ada di Kabupaten Semarang.

Menurut dia, langkah Dinkes Kabupaten Semarang ini cukup penting karena kasus stunting bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga anak usia dua tahun. Adapun pemberian pil penambah darah bagi siswi SMP negeri ini adalah untuk mencegah kekurangan gizi pada remaja putri yang kelak akan menjadi ibu.

Jika para calon ibu ini sehat dan gizinya tercukupi sejak dini, kecil kemungkinan mereka akan melahirkan anak penderita stunting. “Maka dengan cara ini, kasus stunting di kabupaten Semarang akan dapat dicegah sejak dini dengan menyiapkan calon ibu yang sehat,” ujarnya.

Selain menyiapkan generasi muda putri yang sehat, lanjut Hesty, Dinkes Kabupaten Semarang juga mendorong digalakkan gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Sebab, sanitasi dan kesehatan lingkungan yang baik juga turut mempengaruhi kondisi ibu hamil dan calon bayi yang dikandungnya.

Setidaknya ada lima pilar STBM yang mendapatkan perhatian penuh. Yakni meliputi tidak buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, mengelola air minum rumah tangga, mengolah sampah rumah tangga dan mengolah limbah cair rumah tangga dengan benar.

Melalui upaya-upaya tersebut, harapannya sampai akhir tahun 2020 Kabupaten Semarang akan mencapai kondisi STBM penuh. “Hal ini akan menjadi penting untuk mencegah stunting serta berbagai penyakit lainnya yang bersumber dari kondisi sanitasi dan pengelolaan sampah yang buruk,” ujarnya.

Masih terkait dengan gerakan kesehatan yang digulirkan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang Ani Rahardjo sebelumnya juga mengungkapkan, selain pencanangan melawan stunting, juga dicanangkan tiga gerakan kesehatan lainnya.

Yakni peran aktif juru pemantai jentik di tiap rumah, gerakan pemuda dukung STBM dan bulan eliminasi Penyakit Kaki Gahak (Belaga). Menurut dia, keempat program gerakan kesehatan ini saling terkait. Oleh karena itu, ia juga mengharapkan dukungan penuh dari masyarakat di Kabupaten Semarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement