Selasa 03 Sep 2019 18:43 WIB

Survei Median: Publik Ragukan Anggaran Pemindahan Ibu Kota

Publik ragu-ragu jangan-jangan nanti akan ada pembengkakan anggaran.

Rep: Dian Erika Nugraheny / Red: Ratna Puspita
Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun mengatakan publik masih meragukan skema anggaran untuk pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Hal ini terungkap berdasarkan survei yang digelar Median terhadap 1.000 orang responden pada 26-30 Agustus 2019.

Survei dilakukan untuk membidik persepsi masyarakat atas rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kaltim. Ia mengatakan responden pun menyoroti anggaran negara yang digunakan sebagai biaya memindahkan ibu kota.

Baca Juga

"Yang dikatakan bahwa anggaran negara untuk itu juga tidak sampai, tidak lebih dari 20 persen, publik masih punya keraguan," kata Rico kepada wartawan usai pemaparan survei di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/9). 

Ia menerangkan teknis pemindahan ibu kota secara fisik memerlukan anggaran sebelum dan setelah pembangunan. "Publik ragu-ragu jangan-jangan nanti akan ada pembengkakan anggaran jangan-jangan nanti efisiensi yang tadinya itu digembar-gemborkan justru tidak tercapai," kata dia.  

Di sisi lain, ia mengatakan, masyarakat merasakan bahwa masalah pengangguran, kesejahteraan sosial, dan ekonomi itu seharusnya bisa menjadi hal yang diprioritaskan oleh pemerintah saat ini. Sementara itu, kondisi terakhir di Papua pun dipandang juga bisa berdampak kepada provinsi lain. 

"Ketidakpercayaan publik terhadap situasi ekonomi dan perkembangan terakhir di Papua itu ikut menjadi alasan utama publik melihat rencana pemindahan ini sebenarnya tidak terlalu urgent untuk dilakukan dengan segera," kata dia.

Untuk itu, ia menyarankan rencana pemindahan ibu kota negara ini dibuka dulu diskursusnya kepada publik. Terlebih, ada berbagai persiapan teknis untuk merealisasikan rencana ini. 

Rico mengingatkan kajian akademik pemindahan ibu kota juga belum dipaparkan. "Diskursus publik masih terbatas. Katanya, anggaran sebesar Rp 400 triliun saja itu angka dari mana," kata dia.

Hal-hal lain yang dipertanyakan publik di antaranya alasan pemilihan lokasi, dan teknis pembiayaan melalui tukar guling. "Kalau misalnya nanti pembiayaan ternyata ada proses tukar guling misalnya, nanti yang menguasai gedung-gedung pemerintah di Jakarta ini siapa?" kata dia.

Selain itua, ia mengatakan, publik juga mempertanyakan pihak yang bakal mendapatkan konsesi lahan di Kaltim, dampak pemindahan ibu kota terhadap efisiensi, "Benar tidak pemindahan ini membuat lebih efisien? Jangan nanti seperti misalnya contoh di beberapa negara lain yang kita lihat pemindahan ibu kota itu akhirnya hanya menjadi monumen saja begitu," kata dia. 

Sebelumnya, berdasarkan survei Median dari 1.000 orang responden menyebutkan sebanyak 45,3 persen tidak setuju dengan rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kaltim. Sementara itu, sebanyak 40,7 persen masyarakat menyatakan setuju dengan rencana ini. Kemudian, ada 14 persen masyarakat yang menyatakan tidak tahu.  

Survei Median melibatkan 1.000 responden dengan margin of error 3,09 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Survei digelar pada 26-30 agustus 2019. Adapun penentuan sampel dibagi secara proporsional menggunakan metode multistage random sampling

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement