REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun menilai PAN potensial memimpin barisan partai politik di luar pemerintahan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin atau oposisi. Dengan catatan, Partai Gerindra bergabung dalam pemerintahan.
"Kalau misalnya Gerindra jadi bagian kekuasaan, PAN bisa menjadi pemimpin oposisi," kata Ubaidilah di Padepokan Pencak Silat, Jakarta, Jumat (2/8).
Dia menyarankan agar PAN bisa menjalin komunikasi dengan PKS sebelum memimpin barisan oposisi karena partai pimpinan Sohibul Iman itu dinilai konsisten menjadi oposisi. Menurut dia, PAN memiliki kemampuan memimpin barisan partai oposisi meskipun perolehan suaranya tidak besar di Pemilu 2019.
Namun, partai tersebut harus membawa gagasan yang kuat untuk memimpin oposisi. "Kepemimpinan oposisi itu bukan dengan berdasarkan kalkulasi kuantitatif. Kepemimpinan oposisi itu dibangun atas dasar gagasan," ujarnya.
Ubaidillah menilai PAN akan lebih terhormat apabila memilih menjadi partai di luar pemerintahan dan memimpin barisan oposisi.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan posisi partainya sudah jelas, yakni mendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada periode pemerintahan 2019-2024. Namun, ia menegaskan, dukungan ini bukan berarti partainya masuk ke gerbong koalisi partai-partai pendukung pemerintah dan harus dapat posisi di kabinet.
Eddy menambahkan untuk mewujudkan cita-cita membawa negara kepada kemajuan, pemerintah harus mendapatkan dukungan dari semua pihak. Dukungan pun harus datang dari partai politik, termasuk PAN. "Mendukung pemerintah tidak harus ada di dalam kabinet dan tidak perlu ada dikotomi di dalam atau di luar," kata Eddy di Padang, Rabu (31/7).
Eddy tak mau berkomentar seandainya nanti PAN kembali ditawari posisi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf. DPP sekarang fokus kepada penguatan posisi dan struktur partainya di DPR RI.
"Kami tak mau berandai-andai. Sekarang, konsentrasi PAN bagaimana penguatan struktur kita di parlemen.