Kamis 11 Apr 2019 01:17 WIB

Polri Imbau Masyarakat tak Turut Sebarkan Hoaks

Polri memperkirakan kabar-kabar yang meresahkan akan terus bermunculan.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)
Foto: Republika TV/Wisnu Aji Prasetiyo
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengimbau masyarakat untuk tidak ikut meneruskan/ menyebarkan kabar bohong atau hoaks yang diterimanya melalui media sosial atau aplikasi messenger. Sebab, meneruskan berita atau pemberitahuan bohong dapat dikenakan pidana dengan ancaman penjara setinggi-tinggi selama sepuluh tahun.

"Bilamana yang disebarkan mengandung ujaran kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan akan dikenakan hukuman penjara paling lama enam tahun," kata Dedi melalui pesan singkat, yang diterima di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (10/4).

Baca Juga

Dia menyebut, tujuh hari menjelang hari pemilihan umum, beberapa ancaman gangguan kamtibmas di ruang siber masih di dominasi dengan beredarnya kabar bohong atau hoaks. "Yang terakhir adalah berita tentang hasil penghitungan Pilpres 2019 pada TPS di luar negeri, yang beredar melalui WhatsApp," katanya.

Polri memperkirakan kabar-kabar yang meresahkan serupa akan terus bermunculan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan adanya metode penyebaran berita bohong lainnya.

Misalnya, penyebaran SMS melalui peralatan broadcasting sehingga pesan dapat diterima oleh siapa saja di suatu daerah tertentu. Wilayah tertentu tersebut misalnya di kerumunan orang yang menghadiri suatu pertemuan terbuka atau kampanye.

Pesan umumnya berisi kampanye hitam maupun kampanye negatif yang menyerang individu tertentu. Atau, mendelegitimasi pemerintah atau KPU sebagai penyelenggara Pemilu.

"Beberapa isu negatif seperti isu KTP palsu yang tercecer, kontainer berisi surat suara tercoblos, sampai yang terakhir adalah isu tentang server KPU yang telah dikondisikan untuk memenangkan salah satu paslon, telah diungkap dan pelakunya telah ditangkap," katanya.

Sementara anggota Komisi Pemilihan Umum, Viryan Azis, telah menyatakan, memang ada pemilihan umum awal bagi pemilih yang berdomisili di luar negeri. Namun, penghitungan suaranya akan dilaksanakan pada 17 April 2019, sehingga berita yang beredar di media sosial adalah berita yang tidak benar.

"Selain ancaman berita bohong, penyelenggaraan Pemilu juga tidak menutup kemungkinan mengalami gangguan siber, baik yang disengaja maupun yang terkendala akibat volume akses yang tinggi sehingga terjadi kelambatan akses data," kata Viryan.

Ia menyebut, KPU siap melakukan pengamanan fisik dengan dukungan keamanan penuh dari TNI dan Polri untuk menjamin masyarakat tidak ragu menggunakan hak pilihnya. KPU juga telah didukung banyak pemangku kepentingan agar penyampaian hasil hitung manual yang disaksikan secara terbuka dapat diketahui hasilnya oleh masyarakat.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement