REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Supriyono menjelaskan peran Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrowi dalam pencairan anggaran. Saksi mengaku menyarankan untuk meminta bantuan aspri menteri ketika dana tidak cair.
"Peran Pak Ulum, menurut saya sendiri kalau dimintai dari KONI soal anggaran tidak cair-cair saya bilang minta tolong ke Pak Ulum saja," kata Supriyono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/4).
Supriyono adalah mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk satuan pelaksana Program Indonesia Emas dan Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (P2ON) Kemenpora. Ia bersaksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.
Ending didakwa menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dengan satu unit mobil Fortuner, uang Rp 400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 (sekira Rp 900 juta). Selain itu, Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp 215 juta.
Miftahul Ulum dalam dakwaan disebut mengatur commitment fee dari KONI yang disepakati commitment fee untuk Kemenpora sebesar 15-19 persen dari total nilai bantuan dana hibah. "Karena Pak Ulum dekat dengan Pak Menteri karena biasanya kalau sudah dari Pak Menteri biasanya cepat, sepengetahuan saya," jawab Supriyono.
"Ada berapa kali Pak Hamidy bertanya soal pencairan anggaran ini kalau lama ke Pak Ulum saja?" tanya jaksa KPK.
"Lupa, ada beberapa kali," jawab Supriyono.
"Pak Ulum minta bantuan juga?" tanya jaksa KPK.
"Pernah, kalau ada buka bersama menteri ada tagihan disuruh bayar, beberapa kali tapi tidak lebih dari Rp 20 juta," jawab Supriyono.
"Tugas saudara biayai kegiatan itu?" tanya jaksa.
"Tidak, tapi perintah pimpinan," jawab Supriyono.
Saksi lain, Kepala cabang Pembantu BCA cabang Jelambar Anastasia Palupi Rahayu, mengonfirmasi ada pengalihan rekening Miftahul Ulum sebesar Rp 20 juta dan Rp 30 juta pada 30 Juni 2017.
"Terus terang saja nanti selain dosa, saudara kena belum tentu saudara lolos, sama-sama enak, sama-sama sengsara. Misalnya pak menteri dapat, terus terang saja dapat jangan dilindungi," kata ketua majelis hakim.
"Siap yang mulia," jawab Supriyono.
"Ini sering terjadi?" tanya hakim.
"Ini biasa terjadi," jawab Supriyono.
Atas kesaksian Supriyono, Ending mengonfrimasinya. "Ada kewajiban cashback yang harus diserahkan KONI ke Kemenpora," kata Ending.