Ahad 24 Feb 2019 10:37 WIB

Menimba Ilmu di Bukit Pelangi

Siswa bisa menimba ilmu di SMAIT ICM yang berada di tengah-tengah lingkungan asri.

Salah satu kegiatan siswa SMAIT ICM Gunung Geulis di luar ruangan.
Foto: Dokumen SMAIT ICM Gunung Geulis.
Salah satu kegiatan siswa SMAIT ICM Gunung Geulis di luar ruangan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pernahkah terbayang putra dan putri Anda belajar di tengah-tengah lingkungan yang asri, di kaki gunung dengan udara yang sejuk, pepohonan yang rimbun, kicauan burung di pagi hari, dan pemandangan eksotis di malam hari. Semua fasilitas itu dimiliki SMAIT ICM Gunung Geulis, Bogor yang terletak di Bukit Pelangi, Kecamatan Sukaraja, Desa Gunung Geulis, Bogor.

"Selain keindahan alam dan sejuknya udara, sekolah kami memberikan inspirasi bagi mereka yang ingin memantik kemampuan berliterasi; pepohonan rindang dengan kursi-kursi alami terbuat dari bongkahan akar pohon di bawahnya, menjadi pojok membaca (reading corner) yang nyaman," kata kepala SMAIT ICM, Amru Asykari dalam keterangannya.

Ia berkata, jika Dewi Lestari, novelis Supernova, mencari inspirasi di sudut rumahnya dengan duduk di sofa, di sekolah mereka, Anda bisa membaca atau mencari inspirasi sambil duduk di kursi yang terbuat dari bongkahan akar pohon ditemani kicauan burung, atau di pinggir kolam ikan yang indah. Atau bisa juga di beranda masjid sambil menatap eksotiknya bambu kuning (bambusa vulgaris, var striata) nan eksotik menjulang, meliuk-liuk ditiup angin, atau gagahnya paku pohon (cyathea), seolah membawa kita ke taman Jurassic di masa purba.

"Saya menikmati keindahan tempat ini. Banyak puisi saya buat di sini. Tentang indahnya pagi, tentang rindu yang meraja, tentang siswa-siswi dengan dunianya, tentang tupai yang berlari riang di atas rentang kabel, tentang hujan dan rinai yang dinanti, tentang dendang ritmis besutan orkestra nan harmoni dari penghuni malam, juga tentang rindu yang menyelinap di sudut kamar berdinding bambu. Tentang halimun yang turun, membuat suasana begitu eksotik, kabut tipis itu tampak seperti hijab yang meliuk, menutupi lekuk-lekuk kontur area sekolah kami," ucap dia memaparkan.

"Itu belum termasuk tulisan hasil interaksi dan pengamatan dengan siswa, tentang berbalas puisi dengan siswa, tentang kegiatan mereka dalam mengeja hari dan merapal mimpi-mimpi besar. Tentang syahdunya zikir dan gumaman hafalan alquran siswa yang menunggu kesempatan untuk diperiksa, atau tulisan tentang sekolah yang menawarkan keramahan dalam pelayanan."

Di sana, kata Amru, tidak ada kain yang membentang bertuliskan, 'Harap Tenang ada Ujian'. Yang ada, kata dia, 'Harap Senang ada Ujian'. Tidak ada ruang rapat, yang ada ruang ide, tidak ada peringatan di pintu bertuliskan 'Yang Tidak Berkepentingan Dilarang Masuk', yang ada, 'Yang Berkepentingan Silakan Masuk. "Atau tentang kebersamaan dan egaliter di antara kami yang mencipta suasana: feel like home, saat kami santap siang bersama di atas bentangan daun pisang di selasar masjid selepas Shalat Ashar," ujar Amru.

Selain belajar secara klasikal, kegiatan belajar mengajar (kbm) tidak melulu di dalam kelas. Banyak ruang-ruang terbuka yang dijadikan ruang belajar. Kegiatan berdiskusi bisa dilakukan di masjid, di bawah pohon-pohon rindang, di tepi kolam ikan.

"Kami juga akan mengembangkan konsep pembelajaran STEM, sebuah pendekatan pembelajaran interdisiplin antara Science, Technology, Engineering and Mathematics," ucap dia.

Amru menjelaskan, menurut Torlakson (2014) pendekatan dari keempat aspek tersebut merupakan paduan pas antara yang terjadi di dunia nyata dan juga pembelajaran berbasis masalah. Pendekatan ini mampu menciptakan sebuah sistem pembelajaran secara kohesif dan pembelajaran aktif karena keempat aspek dibutuhkan secara bersamaan untuk menyelesaikan masalah.

Siswa, kata dia, akan ditantang dan diarahkan agar mampu menghubungkan antara pengetahuan dan keterampilan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam konteks yang riil atau simulasi. "Sejalan dengan Pfeiffer, Ignatov, & Poelmans (2013) yang menyatakan dalam pembelajaran STEM keterampilan dan pengetahuan digunakan secara bersamaan oleh siswa," ujar Amru.

Sedangkan untuk menunjang visi misi sekolah, siswa dibekali nilai-nilai dengan harapan mereka mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Nilai-nilai itu adalah: bertakwa, disiplin, jujur, optimis, tanggung jawab, dan peduli.

Amru berkata, nilai-nilai tersebut dinternalisasikan dalam kegiatan asrama harian, pekanan, bulanan dan tahunan. Kegiatan itu dikemas dalam program asrama melalui pembiasaan-pembiasaan yang akan membentuk karakter siswa.

"Shalat tahajud, shalat berjamaah, berzikir, membaca alquran, tahfidz, kultum, khotbah, mabit, puasa sunnah, kreasi seni, belajar mandiri, ekstrakurikuler, debat, kerja bakti, adalah sebagian dari kegiatan yang dilaksanakan di asrama untuk membentuk enam karakter siswa," terang Amru.

Para siswa di sekolah itu juga dituntut dan ditantang mampu melakukan curah gagasan terhadap permasalahan yang diberikan guru, sesuai dengan konteks mata pelajaran. Lalu mereka berdiskusi dalam kelompok untuk memberikan tawaran solusi, kemudian mereka mempresentasikan tawaran solusi mereka. "Di saat yang sama mereka juga harus siap untuk menerima masukan dan umpan balik dari kelompok lain."

Siswa juga dilatih untuk mengamati apa yang terjadi di sekitar mereka, di sekolah, di asrama, di masyarakat, lalu mereka menyusun proposal proyek untuk kemudian diberikan kepada sekolah untuk disetujui. Kemampuan berpikir, berani memberikan ide dan solusi, mau bekerjasama, mau mendengar dan menghargai pendapat orang lain, mampu meyakinkan orang lain adalah adalah karakteristik pemimpin.

"Melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan dalam proses KBM, siswa diharapkan memiliki karakter pemimpin. Dalam konteks sekolah berasrama prinsip-prinsip kepemimpinan itu kemudian diejawantahkan dalam kegiatan asrama baik itu harian, pekanan, bulanan, dan tahunan dalam balutan nilai-nilai Islam."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement