Rabu 30 Jan 2019 15:15 WIB

IPK Indonesia Naik, Sohibul: Itu Kerja Kolektif

Kenaikan Indeks Perspesi Korupsi (IPK) tak bisa disematkan ke satu pihak.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman bersiap menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Diskrimsus) Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Foto: Antara/Reno Esnir
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman bersiap menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Diskrimsus) Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (23/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden PKS Sohibul Iman mengapresiasi kenaikan Indeks Perspesi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2018 dari 37 pada 2017 menjadi 38. Kendati demikian, Sohibul menganggap hal tersebut sebagai hasil dari kerja kolektif.

"Ya kalau pemberantasan korupsi itu kan kerja kolektif ya, jadi saya kira tidak bisa disematkan kepada satu pihak," kata Sohibul di Jakarta, Rabu (30/1).

Baca Juga

Ia mengaku kerap mengimbau kepada penegak hukum, politisi, dan DPR untuk terus menjaga spirit pemberantasan korupsi. Sehingga, ia menilai keberhasilan yang diraih bisa saja merupakan prestasi anggota-anggota DPR.

"Tentu kita semakin baik ya, semakin bagus ya. Karena itu menurut saya ini kerja siapa saya kira itu kolektif lah semua," ucapnya.

Sementara itu menanggapi adanya wacana yang ingin menjadikan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sebagai ketua KPK Sohibul menyambut baik. Menurutnya KPK perlu dipimpin oleh orang seorang pemimpin yang berkarakter seperti Novel.

"Saya kira bagus-bagus aja ada ini. Saya kira juga beliau adalah sosok yang pantas-pantas saja untuk itu. Jadi memang kita harus cari yang berintegritas," ungkapnya.

Transparency International Indonesia (TII) merilis Corruption Perception Index (CPI) alias Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2018 pada Selasa kemarin. Hasilnya, IPK Indonesia menunjukkan kenaikan tipis yaitu naik 1 poin dari 37 pada 2017 menjadi 38 pada 2018.

"IPK Indonesia tahun 2018 berada di skor 38 dan berada di peringkat 89 dari 180 negara yang disurvei. Angka ini meningkat 1 poin dari 2017 lalu," kata peneliti TII Wawan Suyatmiko dalam presentasi Corruption Perceptions Index 2018 di gedung KPK Jakarta, Selasa.

IPK 2018 mengacu pada 9 survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Skor 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. "Indonesia punya skor yang sama dengan Bosnia Herzegovina, Sri Langka dan Swaziland," tambah Wawan.

Di Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat ke-4, di bawah Singapura (skor 85), Brunei Darusallam (skor 63) dan Malaysia (skor 47). Negara ASEAN yang peringkat dan skornya di bawah Indonesia adalah Filipina (36), Thailand (36), Timor Leste (35), Vietnam (33), Laos (29), Myanmar (29) dan di peringkat buncit adalah Kamboja (20).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement