REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sejumlah warga di beberapa wilayah Provinsi Lampung pada Selasa (25/12) hingga Rabu (26/12) dini hari mengaku mendengar suara dentuman atau gemuruh dari langit. Warga juga melihat kilatan cahaya di kejauhan sehingga menimbulkan kecemasan.
Sejumlah warga yang masih bertahan di Pulau Sebesi, gugusan pulau di Selat Sunda, dekat dengan kawasan Gunung Anak Krakatau, seperti Yaya Sudrajat menyatakan menjelang tengah malam pada wilayah yang berjarak sekitar 11 mil tidak merasakan adanya getaran. Namun, ia justru mendengar suara gemuruh, kilatan api seperti petir. Pada siang hari sebelumnya, warga setempat juga melihat abu yang membumbung dari puncak Gunung Anak Krakatau.
Warga Ketapang, Lampung Selatan, Ruli, mengaku melihat kilatan cahaya dan suara gemuruh terus menerus yang diperkirakan berasal dari arah Gunung Anak Krakatau. Beberapa warga lainnya juga mempertanyakan suara dentuman/gemuruh dan kilatan petir itu.
Beberapa warga di kawasan pesisir Selat Sunda di Lampung Selatan mengaku hingga Rabu pagi ini masih mendengar suara dentuman, diduga berasal dari aktivitas Gunung Anak Krakatau itu. Warga mengharapkan pihak berwenang dapat menjelaskannya sehingga tidak menimbulkan kecemasan bagi mereka.
Foto Gunung Anak Krakatau diambil pada Ahad (23/12). Krakatau tampak mengeluarkan asap hitam dari puncak kawah. (AP)
Petugas pengamat/Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Hargopancuran, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan Andi Suardi melalui sarana media sosial infocuaca BMKG Lampung menyatakan suara dentuman itu hingga Rabu dini hari masih terdengar. Namun, tidak tahu apakah suara itu bisa sampai ke Kabupaten Mesuji, Lampung, mengingat di Kalianda, ibu kota Lampung Selatan, tidak terdengar.
Dalam penjelasan tertulis dari BMKG Lampung disampaikan bahwa hingga saat ini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM terus melakukan pemantauan kondisi aktivitas tremor Gunung Anak Krakatau atau kondisi cuaca ekstrem dan gelombang tinggi. Sebab, kondisi ini sewaktu-waktu dapat mengakibatkan longsor tebing kawah Gunung Anak Krakatau ke laut dan berpotensi memicu gelombang tinggi atau tsunami.
Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada dan menghindari lokasi pesisir/pantai setidaknya sejauh minimal satu kilometer dari bibir pantai terdekat.
Terkait dentuman, BMKG juga menyatakan tidak mendeteksi adanya awan Cumulonimbus yang signifikan di wilayah Lampung selain yang ada di wilayah Gunung Anak Krakatau saat ini. Ketinggiannya mencapai lebih dari 10 km terlihat dengan jelas adanya kilat dari arah kantor BMKG Lampung di Bandara Radin Inten II Branti, Lampung Selatan.
Petugas memeriksa data rekam seismograf pemantau aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) di Pos Pengamatan GAK Pasauran, Serang, Banten, Selasa (25/12/2018). (ANTARA)
Namun untuk dentuman, BMKG tidak mendengarnya sama sekali sampai saat ini, mengingat jarak dengan Gunung Anak Krakatau kurang lebih 100 km. Pihak BMKG Lampung menyatakan pula, untuk detail mengenai aktivitas Gunung Anak Krakatau, menegaskan untuk menghubungi pihak PVMBG karena pihak BMKG tidak paham mengenai detail kondisi dan pemantauan aktivitas gunung api di dalam laut tersebut.
BMKG mengingatkan, pascaterjadi bencana, seperti tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam, masyarakat biasanya sangat mudah terpancing oleh isu-isu yang tidak valid. Faktor trauma dan takut mengalami kejadian yang sama memang sangat mudah membuat kepanikan.
Di sinilah BMKG bersama institusi terkait memiliki peran untuk turun ke lapangan dan memberikan penjelasan kepada masyarakat terdampak agar tidak mudah terpancing oleh isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
BMKG meminta masyarakat tetap sabar dan selalu mencari informasi dari sumber yang benar, tepat, dan terpercaya, sehingga tidak mudah terhasut informasi yang tidak benar maupun hoaks disebarkan pihak tidak bertanggungjawab hanya untuk menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang sedang mengalami bencana.