Sabtu 22 Dec 2018 14:03 WIB

Kiai Ma'ruf: Jangan Nyinyir dengan Akuisisi Saham Freeport

Kiai Ma'ruf mengapresiasi pemerintah mengakuisisi saham Freeport tanpa kegaduhan.

Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin
Foto: Dok Istimewa
Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1, KH Ma'ruf Amin mengapresiasi langkah pemerintah Joko Widodo (Jokowi) memastikan kepemilikan Indonesia atas saham Freeport Indonesia dari sekitar sembilan persen menjadi mayoritas 51,2 persen. Kiai Ma'ruf juga mengapresiasi pengambil alihan saham Freeport tanpa adanya kegaduhan.

"Kita harus memberi apresiasi tinggi karena kita sudah berhasil mengambil alih saham Freeport, dari sembilan persen jadi 51,2 persen," kata Kiai Ma'ruf di Rumah Situbondo, Jakarta, Sabtu (22/12).

Kiai Ma'ruf mengatakan untuk memastikan kepemilikan saham mayoritas Freeport bukan lah sesuatu yang mudah, karena selama 50 tahun lebih, kepemilikan Indonesia atas tambang di wilayah Papua itu hanya sembilan persen. "Perolehan 51 persen saham itu luar biasa. Beberapa presiden tak mampu ambil itu. Pak Jokowi luar biasa bisa mengambil porsi 51,2 persen," katanya.

Kiai Ma'ruf mengatakan, persoalan Freeport selama ini kerap mengundang kegaduhan. Dia mengapresiasi kehebatan Presiden Jokowi mengambil alih saham 51,2 persen Freeport, tanpa ada kegaduhan.

"Sangat cantik caranya bisa memperoleh 51 persen saham ini, dilakukan dengan diplomasi dan pendekatan sehingga tak gaduh," kata Kiai Ma'ruf.

Kiai Ma'ruf juga mencermati dan menghargai keberhasilan pemerintahan Jokowi mengembalikan Blok Mahakam dan Blok Rokan ke pangkuan ibu pertiwi. Baginya, semua itu merupakan keberhasilan luar biasa dalam membangun indonesia lebih baik. Mantan Rais Aam PBNU itu juga meminta tidak ada pihak-pihak yang nyinyir atas prestasi itu.

"Saya kira pengambilalihan saham Freeport ini justru harus diberi penghargaan. Jangan dinyinyiri oleh isu-isu yang sebenarnya tak perlu," ujarnya.

Lebih jauh Kiai Ma'ruf juga menyampaikan soal utang dalam berbisnis. Menurutnya dalam bisnis, utang adalah hal yang lumrah. Yang terpenting utang diambil untuk sesuatu yang bisa dikembangkan secara produktif, seperti misalnya pertambangan Freeport.

"Dalam bisnis itu, ambil utang, bisnis berjalan, utang dibayar, lalu utang lagi untuk mengembangkan bisnis. Itu biasa. Tak masalah sepanjang bisa dipertanggungjawabkan, dan bisa dikembalikan lewat produksi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement