REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Tim Satgas Saber Pungli Pusat menduga adanya tindakan pungutan liar (pungli) dibalik penyerobotan sekitar 5.000 hektare lahan perkebunan tebu Pabrik Gula (PG) Jatitujuh. Kasus itupun berdampak pada menurunnya produksi gula nasional.
"(Ada indikasi) pungli yang menjurus pada penipuan," ujar Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Widiyanto Poesoko, saat ditemui usai memimpin rapat koordinasi soal kisruh lahan PG Jatitujuh, di Kantor Bappeda Kabupaten Indramayu, Kamis (22/11).
Widiyanto menjelaskan, indikasi pungli itu terlihat dari adanya warga yang diiming-imingi akan diberi lahan di wilayah PG Jatitujuh oleh sejumlah oknum. Namun, dibalik iming-iming itu, warga tersebut dimintai sejumlah uang.
"Kalau dimintai sejumlah uang tanpa ada dasar hukum, itu namanya pungli. Bisa juga mengarah pada penipuan," kata Widiyanto.
Widiyanto menyatakan, saat ini, pihaknya sedang mendalami kasus tersebut untuk menemukan oknum pelakunya. Setelah nanti data dan faktanya ditemukan, maka akan dilakukan penindakan terhadap pelaku.
"Kami akan tegakkan pasal pungli. Jika (ada) penipuan, nanti kepolisian yang mengurus. Kalau premanisme, nanti (penanganannya) dibantu Kodim," kata Widiyanto.
Widiyanto menilai, ada komunikasi yang terputus dalam kasus tersebut, baik dari pihak pabrik gula, masyarakat maupun pemerintah daerah. Untuk itu, pihaknya akan mempertemukan pihak-pihak yang berseteru untuk menemukan titik temu.
Dalam kesempatan yang sama, Senior Executive Vice Presiden PT RNI, Rahmat Hidayat, menyatakan, penyerobotan sekitar 5.000 hektare lahan perkebunan tebu PG Jatitujuh telah berdampak pada menurunnya produksi gula. "Turun sekitar 50 persen," ungkap dia.
Rahmat menjelaskan, penyerobotan lahan tersebut membuat proses penanaman tebu tidak bisa dilakukan. Hal itu otomatis membuat pasokan tebu yang menjadi bahan baku gula menjadi terhenti.
Selama ini, tebu yang dihasilkan di lahan tersebut rata-rata mencapai 70 ton per hektare. Jika dikalikan dengan luas lahan yang diserobot sekitar 5.000 hektare, maka bahan baku yang hilang setidaknya ada 350 ribu ton. "Nilai kerugian kita sekitar Rp 200 miliar," tutur Rahmat.
Rahmat berharap, Saber Pungli bisa mengatasi masalah tersebut. Apalagi, pada Desember nanti, sudah dimulai waktunya musim tanam tebu. Jika Desember tidak bisa tanam, maka produksi gula tahun depan dipastikan akan lebih menurun lagi.
Sekda Kabupaten Indramayu Ahmad Bachtiar menyatakan, Pemkab Indramayu mendukung kebijakan gula nasional maupun kebijakan soal hutan. Namun di sisi lain, kesejahteraan masyarakat juga menjadi harga mati.
"Jangan sampai kehadiran pabrik tidak berdampak positif pada masyarakat," tandasnya.