REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pro dan kontra mantan terpidana kasus koruptor terus bergulir. Bagi hakim agung periode 2000-2018, Artidjo Alkostar, mencalonkan diri sebagai calon legislatif bukan merupakan hak seorang koruptor.
Artidjo menilai, pendapat yang mengatakan bahwa mencalonkan diri sebagai calon legislatif itu merupakan hak, apalagi hak asasi, adalah salah. Sebab, haknya sudah digunakan saat mencalonkan diri sebelum terjerat korupsi.
"Artinya sudah habis dong haknya, ini saya kira sudah saja jelaskan, jadi kalau menggunakan hak untuk itu salah berdasarkan yuridis," kata Artidjo usai jadi pembicara di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (5/9).
Selain itu, secara sosial, ia melihat masa depan bangsa harus diberikan pencerahan tentang itu. Artidjo menekankan, bangsa Indonesia berhak melihat masa depan yang lebih baik.
Menurut Artidjo, salah satu unsur masa depan yang lebih baik sudah pasti bebas dari korupsi. Karena itu, ia meminta masa depan bangsa jangan lagi dibebankan dengan orang-orang yang sudah mengkhianati amanah rakyat.
"Untuk akan datang Indonesia lebih baik seharusnya kita bersifat zero toleran, bangsa kita bangsa besar, didesain untuk menciptakan satu masyarakat yang adil dan makmur," ujar Artidjo.
Pada kesempatan yang sama, Artidjo menegaskan kalau tindakan korupsi memalukan. Bahkan, ia merasa korupsi tidak memiliki letak keberadaban.
Namun, sampai saat ini, ia belum melihat sosok-sosok pimpinan politik yang sungguh-sungguh memberikan contoh pemberantasan korupsi. Ini yang membuatnya merasa kondisi Indonesia memprihatinkan.
Ia berpendapat, Indonesia maupun pimpinan-pimpinan politik yang ada masih setengah hati memberantas korupsi. Karena itu, Artidjo mengajak semua elemen bangsa mengoreksi lagi sikap masing-masing.
"Kita harus zero toleran terhadap korupsi, sebab itu kejahatan luar biasa, merampas hak sosial ekonomi rakyat," kata Artidjo.