Kamis 06 Sep 2018 18:45 WIB

Pemkot Harus Tegas Selesaikan Masalah PKL Malioboro

Diperlukan komitmen baik dari pemerintah untuk melakukan penataan terhadap PKL.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Pedagang di kawasan Malioboro.
Foto: Yusuf Assidiq.
Pedagang di kawasan Malioboro.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat kebijakan publik, Ahmad Ma'ruf, mengungkapkan perlu adanya tindakan nyata dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk menyelesaikan permasalahan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Malioboro. Hal tersebut ia katakan terkait adanya dugaan PKL yang menyewakan dan memperjual belikan lapak kepada pedagang lain.

"Harus ada ketegasan dari pemerintah daerah untuk memberikan kejelasan kontraktualnya pada para pengguna aset publik itu. Jadi harus ada kontrak tertulis antara pemkot dan individu sekarang yang ada, yang ikut tergabung dalam asosiasi PKL," kata Ma'ruf, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (6/9).

Ia menjelaskan, trotoar di kawasan Malioboro tersebut merupakan aset publik. Sehingga, tidak lazim untuk disewakan dan diperjualbelikan oleh PKL.

"Dalam kontraktual itu harus jelas kalan harus diperbarui. Jadi ketika ada orang lain yang dia jelas-jelas bukan orang yang kontraktual dengan pemkot. Saya kira hubungan bisnis dia bisa dibatalkan dengan hukum," katanya.

Untuk itu, diperlukan komitmen baik dari pemerintah untuk melakukan penataan terhadap PKL, maupun komitmen dari PKL sendiri. Bahkan perlu dilakukannya komunikasi dengan PKL untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Butuh komitmen, jadi asosiasi PKL yang dijadikan sebagai mitra itu tahu bagaimana agar aset publik itu digunakan sebagaimana sestinya. Karena hakikat lapak itu barang publik. Saya kira pemerintah harus mengembalikan pada posisinya seperti semula sebagai barang publik," ujarnya.

Seperti diketahui, Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) mengungkap masalah pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Malioboro. PKL tersebut diduga menyewakan dan memperjual belikan lapak miliknya kepada pedagang lain, bahkan ada beberapa PKL yang memiliki lebih dari satu lapak.

Padahal, lapak tersebut berada di depan toko, tepatnya di atas trotoar yang merupakan lahan pemilik toko yang telah dipinjam oleh pemkot untuk dijadikan sebagai tempat bagi pejalan kaki.

"Berdasarkan fakta di lapangan, lahan PKL yang sebenarnya milik toko dipinjam pemerintah untuk pejalan kaki. Tapi praktiknya untuk jualan, terus ada diantara mereka yang diperjual belikan atau dikontrakkan ke pihak lain. Selain itu ada beberapa PKL yang memiliki lebih dari satu lapak," kata Ketua 1 Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY), Sodikin.

Ia menuturkan, sewa satu lapak tersebut bahkan ada yang mencapai Rp 50 juta per tahunnya. Dengan adanya lapak PKL tersebut, membuat toko-toko yang ada dibelakangnya tidak dilirik oleh wisatawan maupun pembeli.

"Dulu depan toko saya mepet toko tiga tegel lebarnya. Ada yang berani kontrak dua juta perbulan. Itu kan tempatnya premium, karena (lapak itu) pertama yang bisa dilihat konsumen," katanya.

Untuk itu, PPMAY sendiri melakukan audiensi dengan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Senin (3/9) kemarin. Berdasarkan audiensi tersebut, pemkot akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta pun siap untuk melakukan investigasi. Apakah memang ada praktik penyewaan dan jual beli lapak tersebut.

"Intinya memang itu yang ada kaitannya dengan ketidakintegritasan, entah itu pejabat atau pengampu maka kami wajib untuk memantau," kata Ketua Forpi Kota Yogyakarta, Harry Cahya.

Anggota Forpi Kota Yogyakarta Bidang Pemantauan dan Investigasi, Baharuddin Kamba, juga mendesak Pemkot Yogyakarta segera menindaklanjuti aduan dari PPMAY tersebut. Ia mengatakan, meski masih dugaan dan tak ada laporan resmi ke UPT Malioboro Yogyakarta, hal tersebut perlu segera ditelusuri.

"Supaya semua terang benderang dan tak berujung pada fitnah," ujar Kamba.

Setidaknya, lanjutnya, Pemkot Yogyakarta bisa mengambil langkah awal dengan mencari bukti-bukti pendukung atas aduan dari PPMAY itu. Apalagi kasus dugaan jual beli lapak di kawasan Malioboro Yogyakarta bukanlah hal baru.

"Itu isu lama. Kami pernah menerima informasi tersebut. Makanya harus dibuktikan kebenarannya agar tidak menjadi fitnah liar diluar sana," tambahnya.

Kamba pun meminta PPMAY membuktikan adanya praktik jual beli lapak tersebut. Jika hal itu memang benar, bukan hanya pemkot yang akan bertindak, aparat hukum dari kepolisian atau kejaksaan juga bisa ikut bersinergi untuk melakukan penelusuran lebih lanjut.

Sebab, kebijakan penggunaan lahan di kawasan Malioboro juga melibatkan aparat Pemkot Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta juga yang berwenang menata PKL di kawasan Malioboro. "Siapa tahu ada orang dalam ikut bermain (praktik jual beli lapak). Ini yang harus diselidiki. Kalau soal jual beli itu ranahnya hukum perdata," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement