Jumat 10 Aug 2018 06:06 WIB

Penghuni Rusun Karanganyar Pasrah Direlokasi

Para penghuni bisa kembali ke rusun padaa 2020 nanti

Rep: Muslim Abdul Rahmad/ Red: Bilal Ramadhan
Rumah Susun (ilustrasi)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Rumah Susun (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, “Sampai ketemu dua tahun lagi bu,” seloroh pengelola Rusunawa Jati Rawa Sari, Gito Purwoko, Kamis (9/8).

Pengelola Rusunawa Jati Rawa Sari merupakan induk dari pengelolaan Rusunawa Karang Anyar. Proses pengosongan kamar sebanyak 500 kepala keluarga (KK) dalam 358 hunian di rusun ini dimulai dari verifikasi penghuni. Hunian tersebut harus dikosongkan sebelum 31 Agustus 2018 mendatang untuk direvitalisasi.

Bagi penghuni yang memiliki Surat Perjanjian sejak awal akan diprioritaskan untuk pengosongan. Mereka akan bisa kembali menempati Rusunawa Karang Anyar pada 2020 nanti. Hal ini merupakan imbas dari dicoretnya anggaran pembangunan rusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2018.

Gito menyebutkan, semua warga telah rela untuk meninggalkan rusunawa yang sudah berusia 30 tahun lebih itu. Bangunan Rusun dipenuhi lumut, beberapa bagian bangunan juga sudah retak.

Mastur (69 tahun), seorang penghuni pertama di Rusunawa itu mengatakan, pada tahun 1987 ketika Rusunawa ini mulai dihuni sudah diberitahukan bahwa bangunan ini mampu bertahan hingga 30 tahun lebih. Setelah itu memang harus dilakukan revitalisasi.

Ia tak sendiri, 40 persen lebih peghuni Rusunawa Karang Anyar ini adalah penghuni pertama yang tak pernah pindah-pindah. Mereka menjadi penghuni pertama karena rumah mereka terbakar. Semua penghuni pertama merupakan korban kebarakan besar pada tahun 1984.

“Semua yang pertama di sini adalah korban kebakaran, kami ditampung di Pasar Minggu selama dua tahun sebelum menghuni rusun ini kembali,” terang Mastur.

Proses verifikasi data dan pembuatan surat perjanjian tak lama, rata-rata untuk satu KK membutuhkan waktu 10 menit. Namun setelah verifikasi, surat perjanjian tidaklah wajib bagi para penghuni.

Gito mengungkapkan, bagi penghuni yang masih mau tinggal kembali di Rusunawa Karang Anyar saja. Bagi yang tak mau, tidak wajib untuk membuat surat perjanjian. Isi surat perjanjian tersebut menyatakan bahwa penghuni bersedia menunggu selama dua tahun dan akan menjadi daftar prioritas untuk menghuni kembali setelah revitalisasi.

“Ada yang mau, ada yang tidak mau, semua tergantung mereka,” jelas Gito.

Jika penghuni ingin pindah ke rusunawa lainnya, maka pihak pengelola rusunawa Jati Rawa Sari hanya memberikan surat rekomendasi ke pengelola Rusunawa lainnya. Untuk keputusan apakah diterima atau tidak, tergantung pada pihak pengelola rusunawa yang dituju.

“Kalau mau pindah ke rusun lain silakan, kita berikan surat rekomendasi, tapi apakah dapat rusun atau tidak, kita tidak bisa jamin. Namun kalau di sini (Rusunawa Karang Anyar) mereka pasti akan dapat rusun karena masuk daftar prioritas,” kata Gito.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mencoret tiga anggaran pembangunan Rusun dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2018. Ketiga rusun tersebut yaitu Rusun Jalan Inspeksi Banjir Kanal Timur (BKT) di Kelurahan Ujung Menteng, Jakarta Timur; Rusun Pusat Industri Kecil (PIK) Pulogadung, Jakarta Timur; dan revitalisasi pembangunan Rusun Karang Anyar, Jakarta Pusat.

Total usulan anggaran yang dimatikan dalam APBDP 2018 mencapai Rp 712,57 miliar dengan total delapan tower dan 1.951 unit. Rusun di Jalan Inspeksi BKT senilai Rp 361 miliar, Rusun PIK Pulo Gadung enilai Rp188 miliar dan Rusun Karang Anyar senilai Rp162 miliar. 

Ketua Komisi D DPRD DKI Iman Satria mengatakan pembatalan dilakukan karena ketidaktelitian kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dalam membuat anggaran. Akibatnya, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Pemprov DKI yang sudah banyak pun semakin bertambah.

Iman mencontohkan, dalam pembangunan rusun Karang Anyar diperlukan proses panjang. Pasalnya, program ini juga mencakup revitalisasi yang harus melalui proses relokasi warga rusun dan lelang penghapusan aset.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPKP) DKI Meli Budiastuti menjelaskan, pembangunan rusun membutuhkan waktu 14 bulan. Oleh karenanya, kegiatan itu memang seharusnya masuk dalam program multiyear. Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan karena adanya proses pergantian gubernur. 

Ia memastikan anggaran tersebut akan kembali diusulkan pada APBD 2019/2020. Kebijakan ini berdampak pada terhentinya ketiga proyek. Selain itu, ada 15 rusun lain yang belum dibayar kepada pengembang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement